Sabtu, 18 Januari 2014

Hujan Lebat Guyur Jawa dan Nusa Tenggara, Mengapa?

Hujan Lebat Guyur Jawa dan Nusa Tenggara, Mengapa?
I Putu Pudja* | Jumat, 17 Januari 2014 - 11:50 WIB
: 135


(dok/antara)
Ilustrasi.
Skenario musim di Indonesia telah lama dibuatkan model, terkait perubahan iklim ini.

Jakarta hampir lumpuh akibat dilanda banjir karena hujan deras berkepanjangan. Sejak Minggu(12/1), banjir sudah mulai menggenangi beberapa daerah ibu kota. Sepekan sebelumnya, daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo juga diberitakan banjir.
 
Dalam minggu yang sama, beberapa penerbangan ke Bandara Juanda, Surabaya, sempat dialihkan ke Bandara Ngurah Rai, Bali. Itu karena hujan deras turun di Surabaya dan sekitarnya sehingga Bandara Juanda tidak memenuhi persyaratan teknis pendaratan.
Pada periode yang sama dilaporkan Jawa belahan selatan dilanda hujan deras yang berkepanjangan. Ini menyebabkan beberapa sungai meluap dan mengakibatkan banjir di sekitar Prembun, Kebumen dan Bandung. Hujan itu juga menimbulkan longsor di beberapa daerah, seperti Sukabumi, Garut, dan wilayah sepanjang Purwokerto-Kebumen.
Terhadap semua kejadian itu timbul pertanyaan, mengapa Jakarta, begitu juga Jawa, mengalami curah hujan yang begitu tinggi sehingga menyebabkan banjir yang melumpuhkan ibu kota? Pertanyaan itu dapat diperluas, mengapa Jawa dan sekitarnya pada musim hujan ini dilanda hujan deras berkepanjangan?
Perubahan Iklim
Salah satu gejala perubahan iklim yang diskenariokan para pakar adalah berubahnya pola hujan di suatu daerah. Perubahannya bisa di intensitasnya, bisa juga lama hujannya. Skenario musim di Indonesia telah lama dibuatkan model, terkait perubahan iklim ini.
Di antaranya banyak daerah yang curah hujannya akan meningkat dengan penyempitan lama musim hujan. Ada juga beberapa daerah yang mengalami penurunan curah hujan, namun bertambah hari hujannya.
Jika kita perhatikan, fenomena perubahan yang terjadi belakangan ini kelihatannya sangat signifikan terjadi secara global. Kita ikuti badai salju yang menimpa Amerika Serikat (AS) pada musim dingin ini sangat hebat, dengan suhu yang sangat rendah jauh, melampaui suhu udara normal musim dingin.
Salju turun tidak biasa di beberapa daerah yang sudah cukup lama tidak mengalami hujan salju, seperti China, Mesir, Israel, Palestina,m dan beberapa wilayah Timur Tengah. Itu semua terjadi di belahan Bumi utara.
Di belahan Bumi selatan terjadi fenomena sebaliknya. Australia mengalami tekanan udara rendah dengan suhu yang cukup tinggi di atas rata-rata musim panasnya. Akan tetapi, kita juga ikuti kapal ekspedisi Rusia terkurung es tebal dan terperangkap di Kutub Selatan. Kapal itu mendapat bantuan beberapa kapal pemecah es, baru dapat melanjutkan perjalanannya.
Perubahan global maupun regional ini rupanya melahirkan fenomena yang memperburuk musim hujan di Indonesia. Fenomena tersebut berupa seruakan dingin Asia (Asia Cool Surge), momen dipole negatif; dan timbulnya mata siklon di perairan selatan Indonesia bagian tengah, seperti yang terjadi di perairan selatan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Angin Barat
Fenomena seruakan dingin Asia merupakan angin dingin yang datang dari utara, tepatnya dari utara ke timur laut melintasi Laut Jepang dan Laut China Selatan menuju khatulistiwa.
Setalah melintas khatulistiwa, angin akan berbelok ke tenggara karena dampak gaya Boys Ballot. Angin ini membawa udara yang relatif dingin dan mendorong lebih kuat angin barat pada musim hujan ini, yang kaya uap air, melintasi Laut China Selatan.
Fenomena kedua merupakan pergerakan angin yang relatif dingin dari Afrika melintasi Samudera Hindia, kemudian menuju perairan barat Sumatera sepanjang khatulistiwa.
Massa air di atas Samudera Hindia kaya akan uap air sehingga sesampainya di atas Sumatera, angin ini semakin kuat, membuat resultante saling memperkuat bergerak ke arah timur-tenggara sepanjang sisi selatan khatulistiwa. Jadi, massa air ini terdorong cepat dan kuat ke arah timur, membentuk awan di atas Sumatera bagian selatan sampai atas Jawa.
Ditinjau dari pengondensasian, massa udara dingin dari kedua fenomena (seruakan dingin Asia dan momen dipole negatif ) akan mempercepat proses awan menjadi hujan. Proses yang super cepat menyebabkan dingin sampai terkadang hujan es, seperti yang terjadi di Bogor, Cileungsi, dan Bandung.
Tumbuhnya mata-mata siklon tropis di perairan selatan NTB karena angin menarik udara yang kaya uap air itu semakin ke timur. Itu menjadikan angin barat yang sudah kuat ini menjadi semakin kuat sehingga hujan yang deras berkepanjangan juga melanda Bali dan NTB.
Mengingat fenomena-fenomena cuaca tersebut masih berlangsung, hujan deras yang melanda daerah Jakarta (baca: Jawa, Bali dan NTB) diperkirakan juga terus berlangsung. Itu sejalan dengan musim hujan 2014 yang menuju puncaknya.
Untuk itu, memang sudah sewajarnya masyarakat yang bermukim di daerah langganan banjir perlu waspada yang berkepanjangan untuk musim hujan kali ini. Ini mengingat waktu yang lama dan proses kondensasi yang dipercepat. Hujan yang turun diperkirakan tetap lebih lebat dan lama dari biasanya.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa hujan deras berkepanjangan yang berdampak banjir di Jakarta dan beberapa tempat lainnya di Jawa akibat kolaborasi antara angin barat musim hujan yang kaya uap air. Itu “diperburuk” kemunculan seruakan dingin asia, momen dipole negatif, dan munculnya daerah tekanan rendah berupa mata siklon di perairan selatan NTB.
*Penulis aktif di BMKG, dosen pada Akademi Meteorologi dan Geofisika.
Sumber : Sinar Harapan

0 comments:

Posting Komentar