Sawah di sekitar Larantuka

Salah satu sudut jalan transflores yang menghubungkan antara Maumere dan Larantuka

Pantai Larantuka

Salah satu pesisir pantai di kota Larantuka

Danau Tiga Warna Kelimutu

Danau tiga warna terdapat di kabupaten Ende, Flores.

Labuan Bajo

Salah satu spot menarik di Labuan Bajo, Manggarai, FLores.

Tari Hegong

Tarian Tradisional dari Maumere, Flores, untuk penyambutan tamu.

Jumat, 30 Desember 2011

PENGANTAR SEISMOLOGI STATISTIK


AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
Dosen : Dr. I Putu Pudja.

Seismologi statistic, sangat banyak digunakan dalam analisis data mahasiswa Akademi Meteorologi dan Geofisika yang sedang menyelesaikan tugas akhir. Dalam penggunaannya sangat banyak kekeliruan dilakukan para mahasiswa sehingga sangat perlu mempunyai basis pemahaman dalam konsep dasar : fisika tektonik, proses energy release, peluruhan energy, maupun memahami data yang akan dianalisis dalam penyelesaian tugas akhir.

Tulisan ini di buat dengan tujuan membantu mahasiswa memahami proses fisis, arti fisis statistika yang digunakan maupun memahami data yang digunakan.
Pemahaman Proses Yang diperlukan:
Perlu Dasar Penguasaan beberapa konsep dasar tentang gempabumi bi;a kita ingin memakai metode statistic dalam seismologi, khususnya ingin mnetahui kharakteristik gempa bumi, atau seismisitas suatu daerah, diantara konsep tersebut adalah:

Konsep Fisika:
1.       Global tektonik, terutama fisika tektonik sehingga mengetahui gerakan relative antar lempeng tektonik, daerah konvergensi, daerah divergensi, subdution zone, teori konveksi magma, pertumbuhan patahan aktif (sesar), maupun geologi umum Indonesia.

2.       Konsep proses perkembvangan energi –energi stress- yang menjadi penyebab utama terjadinya gempabumi;
3.   Sifat akumulasi energy yang siklik, sehingga menimbulkan asumsi bahwa gempabumi disuatu daerah akan berulang, dengan sifat tidak akan melebihi magnitude maksimum yang pernah terjadi didaerah tersebut;
4.       Proses patahnya batuan tidak merupakan proses tunggal, sehingga sangat mungkin gempabumi utama akan di dahului oleh gempabumi pendahuluan –fore shock-, gempabumi utama –main shock, dan gempabumi susulan –after shock-, bahkan untuk daerah tertentu tidak ada gempa bumi utamanya.
5.       Pembagian type gempabumi menurut Mogi (1969), gempabumi tipe I, II dan III; pembagian tipe ini sangat terkait dengan proses rupture batuan yang dimaksud pada butir 4 di atas;
6.       Proses Peluruhan energy secara umum sebagai dasar memahami proses peluruhan energy gempabumi.
Metode statistic, dengan segala arti fisis dari penyelesaiannya antara lain:
1.       Penyelesaian persamaan garis lurus dari data yang scaterring, atau sebarannya kurang beraturan; linier vs linier, linier cacah dengan logaritmik dan lain sebagainya;
2.       Metode least square;
3.       Fungsi eksponensial, baik untuk peluruhan maupun untuk yang akumulasi;
4.       Cara pengujian setiap hasil dalam metode statisti, baik korelasi maupun hubungan fungsional;

Komputasi dengan Aplikasi Komputasi
Mengigat hampir semua fungsi statistic telah tersedia aplikasinya yang siap diaplikasikan dalam computer maupun pemakaian software computer yang telah umum seperti Exell, misalnya, maka setiap mahasiswa dituntut harus mengerti konektifitas basis statistic, aplikasi statistic, sehingga hal-hal yang terkait dengan penyederhanaan, asumsi dll dapat diketahui dengan lebih baik oleh siswa.
Pemilihan data:
Pemilihan data dalam pengambilan data untuk dianalisis dengan statistic seismologi, hendaknya data yang homogen, misalnya dari sumber yang sama, kecuali untuk mengisi data yang kosong. Itupun harus mengetahui korespondensi data masing masing, apakah mempunyai perbedaan dalam analisisnya, terutama dalam : pemakaian standar waktu, perhitungan magnitude, penggolongan kedalaman dan lain sebagainya. Dalam perhitungan statistic yang mengasumsi sifat-sifat energy diwajibkan memakai magnitude yang sejenis, data hasil prosesing satu institusi dan tidak dicampur kalau tidak tahu konversi satu ke lainnya.
Bukit Jimbaran, The end of year 2011

PROPOSAL PENELITIAN

AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
MATA KULIAH SEMINAR
DIBERIKAN PADA SEMESTER V
Dosen Pengampu Dr I Putu Pudja

Acuan pembuatan proposal penelitian
PROPOSAL PENELITIAN

Penelitian  disini adalah penelitian yang ermaksud mengungkapkan.suatu fenomena atau gejala secara komperehensif,  kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan teori atau hasil penelitian peneliti sebelumnya sebagai acuan. Kunci utama disini adalah peneliti itu sendiri. Penelitian bisa merupakan penelitian kuantitatif atau penelitian kualitatif.

 Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan umumnya melakukan analisis dengan pendekatan induktif.  Penelitian kualitatif mengutamakan proses, dan makna. Laporan penelitian kualitatif lebih banyak merupakan narasi, laporan, sehingga sangat diperlukan kreatifitas peneliti dalam menarik kesimpulan secara induktif, kepiawaiannya dalam mengingkapkan hasil penelitian dengan laporan yang kontekstual, otentisitas dan natural / alami.
            Penelitian yang terkait dengan penelitian geofisika umumnya cenderrung merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan data skunder, karena sedemikian sempitnya waktu penelitian hanya berlangsung satu semester. Persiapan proposal penelitian yang diampu pada mata kuliah seminar, sejatinya hanya merupakan seminar untuk proposal penelitian yang akan dilakukan pada semester berikutnya.

Mata Kuliah seminar diverikan pada sementer V dan mata kuliah penelitian dengan nama mata kuliah Tugas Akhir merupakan mata kuliah penelitian sebagai lanjutan dari persiapan yang telah diseminarkan pada semester sebelumnya. Dengan demikian pada mata kuliah seminar hanya dilakukan pembuatan proposal penelitian dari Bab I hingga bab III.
 
Proposal Penelitian Kualitatif

Proposal penelitian umumnya berisikan hanya tiga bab, yaitu: Bab I sebagai Pendahuluan, yang memuat latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian; Bab II berisikan Teori Pendukung, yang memuat berbagai teori yang mampu mendukung mengungkap fenomena atau masalah yang diteliti, dan Bab III, Meodologi Penelitian, yang berisikan penjelasan jenis penelitian yang diambil secara umum, lokasi dan waktu penelitian, metode pengambilan data, cara analisis data, algoritma kerja dalam analaisis data atau tahapan penelitian. Pengujian keabsahan data maupun hasil penelitian.


1.      Bab I Pendahuluan:

a.       Latar Belakang
Latar belakang berisikan fenomena, gejala yang melatarbelakangi mengapa penelitian ini dilakukan. Apa maksud penelitian ini, apa yang ingin dicapai dalam penelitian ini, serta penelitian sebelumnya untuk objek serupa yang ingin diungkap lebih lanjut, atau diungkap sisi lainnya sehingga menghasilkan sesuatu yang menjadikan penelitian sebelumnya lebih sempurna, atau menjadi lebih luas ungkapannya.
Dalam penelitian geofisika pada latar belakang ini dieksplorasi latar belakang, tektonik, geologi, seismic serta hal-hal lain yang melatarbelakangi penelitian. Biasanya cara narasinya diamabil dari umum, terus ke hal yang spesifik yang akan di teliti.
b.      Rumusan Masalah
Uraian yang diungkapkan dalam latar belakang yang terdiri dani masalah, kemudian diambil  setelah difilter untuk diambil hal-hal yang menarik peneliti, untuk memfokuskan penelitiannya pada beberapa amsalah saja, karena penelitian sangat dibatasi oleh waktu, biaya dan lain-lainnya .
Pada intinya adalah mengidentifikasi semua masalah yang terkait dengan penelitian, kemudian difokuskan pada beberapa masalah yang ingin di teliti, sebagai tahapan pembatasan masalah yang akan diteliti.
Fokus penelitian memuat sari rincian pernyataan terkait dengan topik-topik pokok yang akan diungkap dalam penelitian ini. Rumusan masalah, diambil adari fokus penelitian yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian. Pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu mengetahui apa yang akan diungkapkan di lapangan sebagai hasil penelitian nantinya. Pertanyaan-pertanyaan ini harus didukung oleh argumentasi yang kuat, mengapa pertanyaan ytersebut yang dipilih. Untuk itu diperlukan penelitian pendahuluan sebagai prestudi.
 Argumentasinya harus bersifat : jelas, komperehensif, mengandung logika induktif, alami, dekat dengan fenomena yang diteliti.  Pembuatan alas an ini akan membantu pembimbing membaca jalan pikiran peneliti untuk penelitian yang akan dilakukan.
     
c.       Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sasaran hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini, sesuai dengan fokus yang telah dirumuskan. Isinya akan sangat terkait dengan hal-hal yang diungkap pada latar belakang dan perumusan masalah.
d.      Kegunaan Penelitian

   Kegunaan kelihatannya tidak selalau menjadi sebuah sub bab, namun sering juga sudah terungkap dalam latar belakang penelitian sehingga tidak perlu di buat pada satu sub bab tertentu, karena akan cenderung mengulangi paragraph yang sama secara berulang. Bagian ini menunjukkan .

  Pada subbagian ini diungkapkan seberapa jauh kegunaan penelitian yang dilakukan sehingga penting untuk diteliti, baik dalam arti yang luas maupun dalam arti yang sempit. Pada subbab kegunaan penelitian berisi alasan kelayakan atas masalah yang diteliti. Dari  sub bagian ini diharapkan dapat dikemukakan bahwa penelitian terhadap fenomena, masalah yang dipilih memang layak untuk dilakukan.


  2. Bab II Teori Pendukung.
         Latar belakang dan perumusan masalah akan menuntun kita pada kebutuhan teori yang akan dijadikan landasan berfikir, maupun mendukung penelitian ini. Landasan teori secara umum diambil dari : buku-buku tekx book, jurnal terkait, hasil penelitian sejenis sebelumnya.
Teori pendukung ini diperlukan sebagai  pemandu penelitian agar tetap focus dan tidak menyimpang dari tujuan semula. Landasan teori juga akan berguba dalam  memberikan gambaran umum tentang latar penelitian. JUga akan digunakan dasar dalam melakukan diskusi atau pembahasan hasil penelitian nantinya. Umumnya akan terdapat perbedaan mendasar antara kegunaan  landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.
Pada penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.  Jadi disini landasan teori digunakan untuk mendikripsikan data sehingga akan ditemukan teori baru sebagai temuan hasil penelitian, maupun implikasinya terhadap teori sebelumnya maupun terhadap masalah atau fenomena yang diteliti.
Pada penelitian geofisika, yang merupakan penerapan fisika pada kejadian-kejadian di bumi, sehingga sebaiknya teori diawali dengan proses fisika yang menjadi dasar dari proses geofisika yang akan di teliti, sehingga prosesnya dalam penguraiannya di awali dari proses umum yang terjadi di fisika, kemudian dipersempit dalam masalah geofisika sebagai terapannya dalam fenomena bumi. Serta dipi;ih yang paling spesifik untuk menguji hipotesa maupun masalah yang akan diselesaikan atau dicari jawabannya.
 Bab III.   Metode Penelitian
Bab ini memuat uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional yang menyangkut pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian. 

a.      Jenis Penelitian

Para peneliti perlu menjelaskan bahwa pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dan menyertakan alasan-alasan singkat mengapa pendekatan ini digunakan. Selain itu juga dikemukakan orientasi teoretik, yaitu landasan berfikir untuk memahami makna suatu gejala, misalnya fenomenologis, interaksi simbolik, kebudayaan, etnometodologis, atau kritik seni (hermeneutik). Peneliti juga perlu mengemukakan jenis penelitian yang digunakan apakah etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, ekologis, partisipatoris, penelitian tindakan, atau penelitian kelas.

b.  Kehadiran Peneliti

Dalam bagian ini perlu disebutkan bahwa peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Instrumen selain manusia dapat pula digunakan peralatan, tetapi fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti sebagai instrumen. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak diperlukan. Terrlebih untuk penelitian dalam pengambilan data primer in situ di lokasi penelitian.

Kehadiran peneliti ini harus dilaporkan  secara eksplisit dalam laporan penelitian. Disini  dijelaskan  peran peneliti sebagai partisipan penuh, pengamat partisipan, atau pengamat penuh. Di samping itu perlu disebutkan apakah kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan.

Bila perlu kehadiran penelitian ke lokasi disyahkan oleh petugas terkait setempat, sebagai pertanggung jawaban kebenaran data. Mengingat dalam penelitian sangat diperlukan kejujuran seorang peneliti.

c.       Lokasi Penelitian

Uraian lokasi penelitian diisi dengan identifikasi karakteristik lokasi dan alasan memilih lokasi serta bagaimana peneliti memasuki lokasi tersebut. Lokasi hendaknya diuraikan secara jelas, misalnya letak geografis, bangunan fisik (jika perlu disertakan peta lokasi), struktur organisasi, program, dan suasana sehari-hari. Pemilihan lokasi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kemenarikan, keunikan, dan kesesuaian dengan topik yang dipilih. Dengan pemilihan lokasi ini, peneliti diharapkan menemukan hal-hal yang bermakna dan baru. Peneliti kurang tepat jika megutarakan alasan-alasan seperti dekat dengan rumah peneliti, peneliti pernah bekerja di situ, atau peneliti telah mengenal orang-orang kunci.

Dengan pertimbangan keterbatasan waktu lokasi objek penelitian geofisika dilakukan dengan berbagai pertimbangan terutama : peminatan terhadap lokasi tersebut; ketersediaan data; kecukupan literature pendukung teori; penelitian sebelumnya, atau atas pertimbangan lain yang lebih spesifik. Akan tetapi karena mata kuliah seminar dengan membuat proposal penelitian dan diseminarkan; serta kuliah Tugas Akhir sebagai laporan hasil pene;itian, berfokus [ada proses pembelajaran siswa, maka pemakaian data skunder lebih dianjurkan.
‘ 
d.      Sumber Data

Pada bagian ini dilaporkan jenis data, sumber data, da teknik penjaringan data dengan keterangan yang memadai. Uraian tersebut meliputi data apa saja yang dikumpulkan, bagaimana karakteristiknya, siapa yang dijadikan subjek dan informan penelitian, bagaimana ciri-ciri subjek dan informan itu, dan dengan cara bagaimana data dijaring, sehingga kredibilitasnya dapat dijamin. Misalnya data dijaring dari informan yang dipilih dengan teknik bola salju.

Istilah pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif harus digunakan dengan penuh kehati-hatian. Dalam penelitian kualitatif tujuan pengambilan sampel adalah untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin, bukan untuk melakukan rampatan (generalisasi). Pengambilan sampel dikenakan pada situasi, subjek, informan, dan waktu.

Penelitian geofisika lebih banyak mengambil sumber data adalah instansi sendiri yaitu BMKG atau instansi sejenis yang mempunyai data skunder yang cukup untuk melaksanakan penelitian.

e.      Prosedur Pengumpulan Data

Dalam bagian ini diuraikan teknik pengumpulan data yang digunakan, misalnya observasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Terdapat dua dimensi rekaman data: fidelitas da struktur. Fidelitas mengandung arti sejauh mana bukti nyata dari lapangan disajikan (rekaman audio atau video memiliki fidelitas tinggi, sedangkan catatan lapangan memiliki fidelitas kurang). Dimensi struktur menjelaskan sejauh mana wawancara dan observasi dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Hal-hal yang menyangkut jenis rekaman, format ringkasan rekaman data, dan prosedur perekaman diuraikan pada bagian ini. Selain itu dikemukakan cara-cara untuk memastikan keabsahan data dengan triangulasi dan waktu yang diperlukan dalam pengumpulan data.

Sebagian prosedur tersebut yang digunakan dalam pengumpulan data geofisika, sifatnya hanya merupakan keterangan komplementer yang melengkapi keterangan data yang ada. Biasanya dari para pegwai atau senior yang memang bertugas mengumpulkan data tersebut, menganalisis data tersebut maupun yang mengumpulkan langsung di lapangan data tersebut.

f.        Analisis Data

Pada bagian analisis data diuraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis ini melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola, pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data, dengan teknik-teknik misalnya analisis domain, analisis taksonomis, analisis komponensial, dan analisis tema. Dalam hal ini peneliti dapat menggunakan statistik nonparametrik, logika, etika, atau estetika. Dalam uraian tentang analisis data ini supaya diberikan contoh yang operasional, misalnya matriks dan logika.

Pada penelitian geofisika dianjurkan sebelum melakukan analisis data, peneliti untuk menguraikan komponen komponen yang menjadi bagian dari data. Misalnya data pusat gempabumi, ( x,y,Z) x sebagai bujur, umumnya bujur timurdalam derajat bujur ; y sebagai lintang , apakah lintang utara atau selatan dalam derajat lintang ; z sebagai kedalaman gempabumi dalam kilometer. Dan seterusnya untuk magnitude, apakah digunakan magnitude gelombang badan atau gelombang permukaan, ataupun magnitude durasi getaran.

g.      Pengecekan Keabsahan Temuan

Bagian ini memuat uraian tentang usaha-usaha peneliti untuk memperoleh keabsahan temuannya. Agar diperoleh temuan dan interpretasi yang absah, maka perlu diteliti kredibilitasnya dengan mengunakan teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi yang diperdalam, triangulasi(menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, teori), pembahasan sejawat, analisis kasus negatif, pelacakan kesesuaian hasil, dan pengecekan anggota. Selanjutnya perlu dilakukan pengecekan dapat-tidaknya ditransfer ke latar lain, kesalingtergantungan pada konteksnya, dan kemungkinan dikonfirmasikan kepada sumbernya..

i.        Tahap-tahap Penelitian

Bagian ini menguraikann proses pelaksanaan penelitian mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain, penelitian sebenarnya, sampai pada penulisan laporan. Sebagai rancangan yang akan dilakukan selama penelitian yang direncanakan

Daftar Rujukan
Bahan rujukan dari literature pendukung, maupun literature terkaitdi daftar pada Daftar Referensi, ataupun di catat pada catatan kaki, dengan menggunakan cara cara yang lajim digunakan pada Akademi Meteorologi dan Geofisika.
Unsur yang ditulis secara berurutan meliputi:
1.       nama penulis , lengkap dengan gelar akademiknya;
2.       tahun  penerbitan
3.    judul;
4.    kota tempat penerbitan, dan
5.    nama penerbit.
Bukit  Jimbaran The end of 2011.

Minggu, 25 Desember 2011

CATUR ASRAMA

Catur Asrama adalah empat tingkatan kehidupan atas dasar keharmonisan hidup dalam ajaran Hindu. Setiap tingkatan kehidupan manusia di bedakan berdasarkan atas swadarma atau tugas dan kewajiban manusia dalam menjalani kehidupannya, namun terikat dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Tahapan Catur Asrama:

Brahmacari Asrama adalah tingkat kehidupan  menuntut ilmu. Setiap orang harus belajar. Secara sacral akan diawali dengan upacara Upanayana dan diakhiri dengan pengakuan dengan pemberian Samawartana ( Ijazah ). Dalam kegiatan belajar mengajar ini siswa mengikuti segala peraturan yang telah ditetapkan bahkan kebiasaan untuk mengasramakan siswa sangat penting guna memperoleh ketenangan belajar dan pengawasan.

Grhasta Asrama

Adalah tingkat kehidupan berumahtangga. Masa Grehasta Asrama ini adalah merupakan tingkatan kedua setelah Brahmacari Asrama. Dalam memasuki masa Grehasta diawali dengan suatu upacara yang disebut Wiwaha Samskara (Perkawinan) yang bermakna sebagai pengesahan secara agama dalam rangka kehidupan berumahtangga (melanjutkan keturunan, melaksanakan yadnya dan kehidupan sosial lainnya).
Wanaprastha Asrama
Merupakan tingkat kehidupan ketiga. Dimana berkewajiban untuk menjauhkan diri dari nafsu keduniawian. Pada masa ini hidupnya diabdikan kepada pengamalan ajaran Dharma.

Sanyasin Asrama

Merupakan tingkat terakhir dari catur asrama, di mana pengaruh dunia sama sekali lepas. Mengabdikan diri pada nilai-nilai dari keutamaan Dharma dan hakekat hidup yang benar.
Coba saudara ekplorasi swadarma kita sebagai umat Hindu pada setiap tahapan tersebut, buat di kertas lepas dan tulis dengan tulisan tangan. Dikumpulkan pada saat pertemuan mendatang.

Minggu, 18 Desember 2011

“AZAS LEGALITAS DAN KETIDAK HARMONISAN DALAM KASUS LAHAN MESUJI”


Pada Kamis (15/12), lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings menaikkan peringkat investasi bagi Indonesia menjadi BBB- atau setara dengan investment grade. Dengan peringkat itu memungkinkan Indonesia semakin tertarik bagi investor asing. Sebagai tindak lanjut, menurut ketua  umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofjan Wanandi yang penting dilakukan secara bersama antara pemerintah dan pengusaha adalah mem-follow-up (menindaklanjuti) investment grade itu dengan upaya mempercepat pembangunan infrastruktur, mempercepat realisasi penggunaan anggaran.

Berita yang kontradiktif terkait investasi dating dari Mesuji. Penguasaan lahan sebagai tindak lanjut Hak Pengusahaan yang dimiliki perusahan sebagai investor perkebunan, PT SIL,  menimbulkan tuntutan berbagai pihak yang berpihak pada masyarakat untuk mengadakan penelitian terhadap dugaan adanya dugaan pelanggaran Hak Azasi Manusia di daerah tersebut. KOnflik sebenarnya telah lama berlangsung namun perhatian masyarakat luas baru bergaung belakangan ini, sebagai tindak lanjut  upaya masyarakat petani (penggarap)  yang mempertahankan lahannya melawan kakli tangan pemodal,
Konflik antara masyarakat dengan pemodal memang merupakan kejadian yang sangat sering terjadi di tanah air. Beberapa kejadian bisa kita ikuti dengan adanya pemalangan –penutupan- beberapa bandara di wilayah Indonesia timur karena adanya masalah sisa terkait dengan masalah pembebasan lahan, yang belum memuaskan atau belum terselesaikan dengan para pemilik tanah, baik mereka ebagai penggarap maupun pemilik hak ulayat.
Kasus konflik dengan investor juga terjadi di daerah wisata Nusa Dua – Uluwatu, yang merupakan konflik ,asyarakat dengan investor karena adanya undang-undang adat –awig-awig- yang dilanggar investor,  tentang radius kesucian sebuah pura, ketinggian bangunan maupun diloloskannya seorang buronan membangun sebuah resort di kawasan tersebut, mendapat protes keras masyarakat maupun anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Semuanya itu dapat diselesaikan dengan win-win solution, tanpa dengan kekerasan setelah pemerintah turun tangan sebagai mediator antara investor –pemodal- dengan masyarakat setempat, dengan mendengar tuntutan masyarakat menampungnya dalam kerangka peraturan perundang undangan yang berlaku nasional maupun yang berlaku khusus di tempat konflik, karena setiap tempat memiliki kearifan local masing-masing, seperti di Papua, adat suku setempat akan sangat berperan, di Bali adat dan masalah kepercayaan masyarakat sangat berperan, yangsemuanya pasti telah dipahami pleh pemerintah setempat.
KASUS MESUJI
Kasus Mesuji, kelihatannya pada tahap awal memang dikelola dengan cara yang sama, hanya saja konflik antara penggarap lahan –mungkin ada sebagai pemilik lahan- hanya saja secara yuridis formal tidak ada dasar surat pendukung dengan pemodal yang memiliki ijin pengusahaan, hanya saja di dalam perkembangannya pada saat ‘gencatan konflik’ tanah disepakati sebagai status quo sebagai tenggang waktu untuk berunding, pihak investor dengan pam swakarsanya membakar semua milik masyarakat penggarap di lahan tersebut termasuk tempat tinggal dan lain-lain yang ada di lahan tersebut.
Kejadian ini menimbulkan kemaraham penggarap, sehingga terjadilah ‘perang’ saling serang antara penggarap dengan pam swakarsa sebagai manifestasi pemodal –investor-. Dilaporkan bahwa adanya pos polisi dengan anggota polisi di lahan tersebut lebih membiarkan –kalau tidak memihak-  yang menjadikan polisis dianggap para penggarap lebih memihak pemodal, terkesan ikut melawan penggarap ( TVOne, 15/12). Padahal saat disepakati gencatan konflik, polisi menjadi penengah. Sedang dalam tahapan selanjutnya karena polisis ponya berada di lahan dan lahan dibiarkan dikuasai oleh pam swakarsa, akhirnya masyarakat menudingnya sebagai pro pemodal.
Disini terlihat bahwa polisi menggunakan legalitas formal adanya surat ijin pengusahaan lahan sebagai dasar landasan pemenangan negoisasi, dengan tidak melihat sejarah pengusahaan atau penggarapan untuk menekan masyarakat dan seakan membiarkan pam swakarsa yang sudah pasti bergerak hanya berdasarkan bayaran dan tidak tahu persoalan pokok, membela pemodal dalam penguasaan lahan Mesuji.
Ini sesuai dengan teori kekuatan legalitas dalam konflik David Calckins,  yang memanfaatkan aspek legal untuk memberikan kekuatan kepada hasil dialog dan negosiasi agar semua pihak melaksanakannya (Novri Susan, 2011), dengan mengabaikan sejarah pemilikan atau penggarapan lahan yang umumnya lemah dalam masyarakat tradisional karena ketiadaan surat tanah.
Para pihak rupanya tidak menghamoniskan antara kesepakatan dan implementasi di lapangan. Kesepakatan untuk mengadakan gencatan konflik untuk melanjutkan negosiasi. Masa tenang saat masyarakat mengadakan musyarah diantara mereka untuk menyusun kekuar\tan negoisasi dimanfaatkan untuk pembersihan tempat tinggal dan milik penggarap pada lahan tersebut oleh pemodal, dengan menggunakan pam swa karsa, yang kelihatannya saat negosiasi belum ada, sehingga tidak tahu hasil kesepatan untuk gencatan konflik. Atau memang digunakan untuk menyamarkan kemauan pemodal untk melemahkan kekuatan penggarap. Secara psikologis pembakaran dan pemusnahan milik mereka di lahan tersebut akan melemahkan daya juang mereka.
Itu rupanya yang terjadi selama ini, sehingga kalau kita runtut kejadian Kasus Mesuji yang sudah terjadi akhir tahun 2010 lalu, kenapa baru sekarang diributkan.
PERAN PEMERINTAH DAERAH
Adanya serangan balik masyarakat sebagai luapan ketidak puasan merka terhadap aparat yang bertugas di lahan Mesuji –kepolisian-, menunjukkan bahwa tindakan aparat di lahan tersebut represif dan ‘memihak’ pemodal yang direfresentasikan oleh pam swakarsa, dan tidak berfihak kepada penggarap membenarkan teori David Calckins, hanya melihat aspek legal formal saja. Padahal seharusnya polisi sebagai Pembina dan pelindung masyarakat, sangat tahu dengan kondisi soaial, adat maupun tradisi sejarah pengarapan lahan di daerahnya.
Berkepanjangannya konflik Mesuji melibatkan penggarap, pemodal dan polisis, menunjukkan tidak ada atau kecilnya keterlibatan pemerintah daerah pada konflik ini, kemana pemerintah daerah pada kasus ini perlu dipertanyakan keberadaannya, padahal dalam konflik-konflik serupa yang sukses dikelola dengan win-win solution pemerintah selalu sebagai mediator, karena pemerintah daerah berkepentingan dalam menarik investor ke daerahnya, mensejahterakan masyarakatnya, serta menekan potensi konflik di daerahnya agar selalu kondusif, menjadi pilihan investor.
Karena pemerintah daerah yang paling tahu, minimal lebih tahu tentang sejarah lahan Mesuji –bila keterangan masyarakat penggarap diragukan pemodal, maupun polisi- dibandingkan pemodal, polisi dan pam swakarsa, selayaknya pemerintah daerah segera turun tangan membantu menyelesaikan konflik mencari jalan keluar dengan pendekatan kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan masyarakat, yang merupakan hak setiap masyarakat termasuk penggarap yang menggarap lahan Mesuji selama ini, sehingga korban tidak menjadi semakin bertambah.
Pemerintah daerah memberikan masukan Tim Pencari Fakta yang dibentuk pemerintah untuk mencari akar permasalahan Mesuji, serta menyelidiki pihak-pihak yang terkait konflik, termasuk pihak-pihak yang ditengarai melanggar HAM. Pemerintah daerah harus benar-benar objektif, berdiri di tengah-tengah para pihak yang berkonflik.
AZAS LEGALITAS DAN KETIDAK HARMONISAN
Bila memperhatikan permasalahan lapangan Kasus Mesuji yang ramai diperbincangan dalam media massa belakangan ini terlihat bahwa : polisi telah hanya memanfaatkan azas legalitas untuk memberikan kekuatan dialog dan negoisasi antara pemodal dan penggarap lahan Mesuji, sehingga terkesan ada tindakan represeif disana, tanpa melihat sejarah pengarapan lahan yang telah berlangsung lama bahkan turun temurun dari para penggarap. Peran Pemerintah Daerah tidak Nampak dalam negoisasi ini, sehingga sangat disayangkan.
Mengaitkan dengan keharnisan antara pemikiran, ucapan dan tindakan yang dikemukakan Gandi, maka dalam kasus Mesuji telah terjadi ketidak harmonisan antara pemikiran yang terucap dalam negoisasi, yaitu mengadakan gencatan konflik, menjadikan status quo lahan yang disepakai para pihak, tidak dilaksanakan, karena masuknya pam swakarsa ke lahan -dibiarkan oleh polisi-  untuk membakar pemukiman masyarakat, sehingga masyarakat penggarap menjadi kalang kabut. Ketidak harmonisan antara kesepakatan yang telah diambil dengan implementasi di lapangan rupanya menimbuknan konflik berkepanjangan di lapangan,
Melihat kasus Mesuji yang dalam penyelesaiannya menggunakan azas legalitas, dan adanya ketidak harmonisan sehingga tejadi pelanggaran dalam proses penyelesaiannya, kedepan kasus Mesuji dan kasus serupa yang sangat mungkin terjadi di tempat lain, kelihatannya sangat diperlukan adanya mediator yang adil dalam setiap kasus, baik kepolisian maupun pemerintah daerah,


Rabu, 07 Desember 2011

Soal UTS Agama Hindu Akademi Meteorologi dan Geofisika

AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

MATA KULIAH : AGAMA HINDU

UJIAN  TENGAH SEMESTER

DI KUMPULKAN 14 Desember 2011


1.       Sebagai dasar keimanan umat Hindu, dikenal Panca Crada. Menurut Saudara manakah Crada yang paling penting atau yang tidak penting dari ke lima Crada tersebut. Adakah Crada yang dapat di tinggalkan karena ke tidak pentingannya di bandingkan dengan Crada yang lain. Jelasakan bagaimana pendapat saudara.


2.      Sruti merupakan kitab suci ( pustaka suci ) Agama Hindu, merupakan wahyu  dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang dibukunan, demikian pula Smreti juga merupakan pusata suci yang di tulis berdasarkan kebenaran yang telah teruji dan sesuai dengan ajaran dharma. Coba saudara jelaskan bagaimana posisi smreti di kaitkan dengan Sruti.


3.      Reinkarnasi merupakan kelahiran kembali, dengan misi kelahiran kembali untuk memperbaiki kharma kita dalam menuju kesempurnaan menuju mokhsa. Bagaimana hubungan reinkarnasi ini dengan Hukum Karma –Karma Phala-, terangkan pula jenis-jenis khKarma Phala tersebut.


4.      Seorang Siswa berada pada tahapan brahmacharya asrama, swadarmanya adalah menuntut ilmu, mempelajari dharma. Dikaitkan dengan Catur Purusa Artha, apakah seorang brahmacharya boleh menuntut artha maupun kama?, Jelaskan bagaimana pendapat saudara.



5.      Pada saat Ciwaratri diyakini bahwamalamnya merupakan malam tergelap diantara malam bulan baru (tilem), sehingga dilakukan persembahyangan, berpuasa dan mekemit di tempat suci. Menurut saudara apa makna dari bhakti maupun Jnana Yoga yang kita lakukan saat Ciwaratri tersebut.

 Catatan : Baca soal di atas dengan hati-hati, kemudian buat jawaban saudara secara lengkap.

Minggu, 04 Desember 2011

“PENDEKATAN SOSIO CULTURAL RELIGIUS DALAM MERANGKUL MASYARAKAT PAPUA”

Oleh : I Putu Pudja

Belakangan ini, konflik di Papua terasakan meningkat. Tidak saja soal hubungan industrial pada Perusahaan Tambang Tembaga terbesar di Indonesia Freeport, namun disana-sini menunjukkan geliat yang sama seperti eksistensi gerakan separatis, dengan adanya pengacau keamanan dengan penembakan disana sini, seakan Bumi Cenderawasih itu tidak lagi aman. Padahal pra reformasi 1998, suasana disana-saat penulis mukim sekitar sepuluh tahun 1991-2000- terasa adem, bahkan kesejahteraan terasa melebihi bila dibandingkan dengan bila bertugas di wilayah lain.

Kelihatan ada yang kurang beres disana terkait dengan pembangunan, DI era otonomi khusus, maupun pembangunan secara umum di tanah besar ini, walau bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia porsi pembangunan disana memperoleh persentase porsi yang relative lebih besar. Hal itu berbuntut dengan pembentukan  Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B). Dalam awal siaran persnya Ketua UP4B, Bambang Darmono mengatakan akan menempuh langkah penyelesaian berbagai persoalan yang ada dengan dialog secara konstruktif dengan masyarakat Papua.

Terkait dengan permasalahan tersebut, dengan bekal pengalaman bertugas di tengah-tengah masyarakat Papua walau hanya sekitar sepuluh tahun, serta perjalanan hampir kesemua kabupaten yang ada di Papua sebelum era reformasi, penulis ingin urun rembug, terutama dalam hal pendekatan yang dapat diambil dalam membanghun –dialog- dengan masyarakat Papua.

CIRI MASYARAKAT PAPUA

Memperhatikan masyarakat Papua, yang secara umum hidupnya berkoloni dalam masing-masing suku. Dengan suku yang jumlahnya ratusan membuat masyarakat Papua mempunyai strata social, komunitas, bahasa yang menjadi cirri masing masing suku. Mereka bahkan memiliki bahasa masing-masing, bahkan banyak diantara suku yang satu dengan lainnya memiliki kata-kata yang tidak ada padannya. Mereka hidup dengan strata masyarakat yang dikepala seorang Kepala Suku – ondoapi- .

Kepala suku sangat dihormati dalam komunitasnya, bahkan tidak jarang suku lainpun sangat menghormatinya. Demikian pula sebaliknya antara suku yang satu dengan suku yang lainnya walau menurut kita sebagai pendatang merupakan hal yang sepele, dapat mengakibatkan perang suku.

Karena lambatnya pembangunan menjamah sampai daerah pedalaman, karena berbagai kesulitas, diantaranya transportasi, bahasa, adat dan lain sebagainya, menyebabkan belum meratanya pembangunan di daerah tersebut. Perlu diketahui bahwa Papua merupakan daerah yang unik dalam transportasi, tidak jarang satu desa dengan desa lainnya dalam satu kecamatan transportasinya adalah transportasi udara, apalagi antar kecamamatan maupun antar kabupaten, sangat sedikit  dihubungkan dengan transportasi darat.

Pembangunan pokok dalam bidang kesejahteraan, pendidikan dan kesejatan di daerah ini secara umum mendatangkan petugas dari luar daerah, bahkan tidak jarang dari luar pulau, sehingga para petugas akan selalu memcari upaya baganimana mereka dapat pindah ke kota dari daerah tersebut. Merupakan salah satu persoalan klasik yang dihadapi dalam pembangunan daerah –terpencil- Papua.  

Namun para misionaris yang umumnya merupakan misionaris asing, yang sudah masuk sejak zaman pendudukan Belanda, melakukan pembinaan sangat intens dan masuk kedalam adat masyarakat disana, sehingga mereka mampu membangun masyarakat Papua menjadi masyarakat yang sangat religious, dan sangat taat melakukan kewajiban agama. Tidak jarang popularitas para misionaris sangat kentara dalam masyarakat, mereka selalu dipatuhi dan ditiru oleh masyarakat, sampai ada kalimat , semacam motto pengabdian yang sangat dikenal oleh masyarakat Papua. Kira=kira bunyinya sebagai berikut: “Barang siapa berlaku jujur di tanah besar ini, dia akan menemukan tanda heran yang satu ke tanda heran lainnya”. Yang merupakan ajakan untuk selalu berbuat jujur di tanah besar ini –Pulau Irian-.

Pendekatan yang berbau pelestarian dan penelitian juga  banyak ditempuh para misionaris, yaitu dengan menerjemahkan Al Kitab ke dalam bahasa-bahasa suku-suku yang ada di papua, sehingga menjadi kebanggaan masyarakat, terutama suku-suku terkait.

BEBERAPA PENDEKATAN

Melihat sosio  masyarakat Papua yang sangat kuat ikatannya dengan adat serta sangat taat beribadah, taat melakukan kewajiban agama sebagai cerminan ketaatan mereka terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka dalam keseharian masyarakat Papua tidak dapat dipisahkan dengan Tetua Adat –baca Kepala Suju-  dan Para Pemuka Agama. Mereka akan sangat mendengarkan segala perintah mereka, sehingga pendekatan dalam merangkul mereka dalam mengembangkan pembangunan di Papua, perlu memperlajari cara tersebut atau menjalin komunikasi dengan mereka sebelum langsung masuk langsung ke masyarakat akar rumpt.

Pembangunan dasar yang dilakukan terutama untuk pembangunan kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan masyarakat, perlu meniru, melibatkan pilar-pilar yang sudah kokoh ada di dalam masyarakat Papua, yaitu Strata Adat dalam membangun masyarakat dengan pendekatan social cultural. Pelibatan strata adat dilakukan akan mempermudah keterlibatan langsung masyarakat, sehingga mereka merasa ikut terlibat dalam proses pembangunan, dan tidak hanya sebagai penonton dan penikmat hasil pembangunan tersebut. Dan hasil pembangunan tidak mereka anggap barang asing dalam masyarakat mereka.

Pelibatan aparat agama, aparat ulama – ulama gereja, ulama mesjid- walau secara umum sebagian besar masyarakat Papua sebagai kristiani yang taat, belakangan dengan terbukanya Papua sudah banyak diantara mereka memeluk agama non kristiani, sebagai contoh kita dapat menyaksikan Dai asli Papua yang sering siaran Agama Islam di Televisi. Pendekatan yang dilalukan dapat berupa pendekatan religius, dengan memberikan contih-contoh riil secara langsung dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengam masyarakat Papua.

Dialog bisa dibangun dengan masyarakat Papua melalui atau melibatkan cara-cara Ketua Adat  ( baca Kepala Suku ),  Pemuka Agama, melalui kegiatan adat maupun kegiatan agama. Kedua strata masyarakat  adat maupun agama, abjurannya sangat diikuti oleh masyarakat, terutama masyarakat di pedalaman Papua.

Beberapa lembaga kelihatannya telah menempuh cara ini dalam ikut membangun masyarakat Papua, seperti Surya Foundation pimpinan Prof Johannes Surya telah ikut memndidik masyarakat Papua dalam bidang Sain, bekerja sama dengan aparat setempat. Bahkan beberapa sudah memenangkan beberapa perlombaan di bidang sain tingkat nasional maupun internasional.

Mengingat pemerintah yang memegang role dalam pembangunan nasional termasuk pembanguman di daerah Papua dan Papua Barat, maka keterlibatan pemerintah terutama Pemerintah Daerah, sebagai pelaku Otonomi Khusus, perlu merangkaul dua pilar yang disebutkan diatas, sehingga dalam pembangunan masyarakat Papua, terutama pembangunan dasar dalam kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan masyarakat Papua, sedikitnya ada tiga pilar kuat dan saling bersinergi, yaitu : Pemerintah – termasuk pemerintah Daerah-, Strata Adat dan Strata Agama dalam mempercepat pembangunan di Papua.

Dengan demikian  percepatan pembangunan dasar –kesejahteraan, pendidikan, kesehatan-,  apalagi kalau sudah nyata dirasakan masyarakat Papua sampai ke pedalama, akan berimplikasi pada percepatan peredaman gejolak yang terjadi di masyarakat Papua, yang sebenarnya dari dulu juga ada, hanya saja dengan kemajuan teknologi informasi yang sudah merambah pedalaman, era keterbukaan, deokratisasi dan era HAM, memberikan kesan gejolak Papua meningkat belakangan ini.


Dr I Putu Pudja, pemerhati masalah kemasyarakatan Papua. Pernah sepuluh tahun bermukim di Papua.

Catatan : Telah dimuat pada Suara Pembaruan, 25 Nopember 2011, halaman 4.


Selasa, 29 November 2011

FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN CUACA EKTERIM DI BALI

Fenomena perubahan iklim merambah hampir seluruh wilayah Indonesia. Masuk pada berbagai sektor. Musim kelihatannya sudah tidak taat dengan patronnya, musim kemarau semakin sering mengalami krontang yang panjang, demikian pula musim hujan tidak jarang menjadikan hujan turun tidak selama hitungan musim hujan saja tetapi adakalanya hujan turun sepanjang tahun di wilayah Indonesia. Demikian pula fenomena El Nino dan La Nina selalu di bicarakan pada setiap kita membicarakan masalah musim, terutama musim di Indonesia.

Demikian pula dengan daerah Bali belakangan ini. Banjir semakin sering melanda beberapa daerah. Tidak saja di wilayah Badung dan Denpasar, akan tetapi hujan juga sering menyebabkan terendanya wilayah di kabupaten lain di Bali. Selama musim hujan 2011 ini korban akibat banjir juga sudah berjatuhan yang menimpa karma Denpasar, krama Tabanan, yang dilaporkan terseret arus sungai yang banjir secara tiba-tiba. Banjir terakhir menelan korban adalah banjir di Sungai Yeh Empas 13 Nopember 2011.

Semakin banyak wilayah yang terendam banjir selama hujan turun walau banyak diwacanakan karena perubahan pemanfaatan lahan, namun curah hujan yang tinggi sangat berperan dalam bencana banjir ini. Sangat tidak mungkin banjir terjadi kalau tidak terjadi hujan. Baik di lokasi genangan, ataupun terjadi di daerah hulu sungai.

FENOMENA PERUBAHAN IKLIM

Dalam scenario perubahan iklim yang dirilis IPCC –Intergevermental Panel on Climate Change- perubahan iklim dapat ditandai oleh : meningkatnya intensitas curah hujan dibandingkan normalnya; jumlah hujan menurun akan tetapu hari hujannya bertambah; curah hujan meningkat walau secara kuantitas masih tetap tahunannya, tetapi berkurang hari hujannya.

Yang jelas kalau kita perhatikan kurva normal curah hujannya, untuk fenomena perubahan iklim untuk unsure-unsur cuaca termasuk curah hujam, akan mengalami perubahan. Dapat lonceng menjadi kurus tetapi tinggi, bisa lonceng menjadi gemuk tetapi dengan ketinggian yang menyusut. Pokoknya bila dibandingkan dengan kurva normalnya akan terlihat terjadi kontraksi,.

Parameter yang biasa dilihat untuk perubahan iklim diantaranya adalah unsure cuaca : temperature udara, kelembaban udara, intensitas penyinaran matahari, vector angin . Semuanya itu dibandingkan dengan kondisi normal cuaca, secara internasional disepakati digunakan periode tiga puluh tahun. Periode ini dikenal sebagai periode data normal iklim, sehingga perubahan yang terjadi perubahan iklim.

Dikaitkan dengan gas rumah kaca yang memberikan dampak kenaikan suhu udara permukaan bumi, maka perubahan iklim sangat sering dikaitkan dengan pemanasan global, secara umum kita melihat ada trend perubahan suhu di Bali sekitar 0,9 sampai 1,4 derajat Celcius dalam kurun waktu seratus tahun. Jadi karena kemampuan kita beradaptasi terhadap perubahan suhu secara umum tidak banyak dampaknya, kecuali kita terasa lebih panas atau lebih gerah seperti yang terjadi saat awal musim hujan 2011 ini.

DATA

Dari pantauan BMKG terlihat bahwa telah terjadi curah hujan yang cukup tinggi saat-saat terjadi banjir di Denpasar – Badung, yaitu pada tanggal 8 Nopember 2011 curah hujan di Sanglah mencapai 106 mm, pada tanggal 11 Nopember 2011 curah hujan mencapai 49 mm, sedangkan untuk temperature udara tercatat sampai mencapai 34 derajat Celcius pada tanggal 3 Nopember 2011. Kelembaban relative udara secara umum ada di atas 80 persen.

Di Karangasem curah hujan pada tanggal 8 Nopember 2011 mencapai 16 mm, sedangkan tanggal 11 Nopember 2011 curah hujan mencapai 42 mm. Untuk hasil pengamatan di Negara tanggal 7 Nopember 2011 mencapai 76 mm; dan tanggal 8 Nopember 2011 curah hujan di Negara mencapai 78 mm. Semua data tersebut diambil data yang maksimum yang dicapai selama bulan Nopember 2011 hingga tulisan ini dibuat, yang baru merupakan awal musim hujan 2011.

Kalau kita bandingkan semuadata tersebut, terlihat bahwa curah hujan di Denpasar, relative jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan curah hujan di Karangasesm dan Negara sebagai pembanding satu pengamatan di ujung barat dan satu di ujung timur Bali.

Ini menunjukkan ada fenomena perubahan iklim di Bali bila ditinjau dari variasi hujan, yang cenderung sangat tinggi bila mengacu pada musim hujan, dimana jumlah akumulasi curah hujan dalam rentang waktu tiga puluh hari, 150 mm atau lebih. Angka di Sanglah ( Denpasar ) sebesar 106 mm, di Negara 76 mm dan Karanagasem  16 mm. Angka-angka curah hujan itu juga menunjukkan nilai ektrim malah terjadi di Denpasar, sehingga cukup beralasan bila hujan tersebut telah menyebabkan banjir dan genangan di beberapa tempat di Denpasar saat itu.

Demikian pula kalau dilihat temperature  tertinggi di Denpasar telah mencapai 34 derajat Celsius, yang menunjukkan angka yang cukup tinggi untuk bulan musim hujan. Kalau hal tersebut terjadi pada puncak kemarau merupakan hal yang sudah biasa.

NILAI AMBANG

Dengan semakin seringnya wilayah Denpasar-Badung, maupun kabupaten lain mengalami banjir, maupun genangan saat musim hujan, guna membantu kesiap siagaan masyarakat di daerah rawan genangan perlu dipelajari dan diteliti lebih lanjut nilai ambang curah hujan yang mampu menimbulkan banjir di wilayah masing-masing.Tentu sangat diperlukan pula adanya pemetaan secara geografis, posisi dan ketinggian banjir dikaitkan dengan curah hujan yang berpotensi turun di suatu wilayah,

Saat ini BMKG telah mengembangkan teknologi pengamatan parameter cuaca dengan teknologi indraja serta pengamatan permukaan sangat memungkinkan untuk memprediksi dengan akurat potensi daerah yang akan turun hujan sampai tiga jam ke depan, prospes intensitas curah hujan, serta fenomena yang menyertai perkembangan cuaca kea rah cuaca ektrim.

Para pakar, peneliti maupun stake holder BMKG yang memerlukan data terkini dapat ikut memanfaatkan data tersebut untuk penelitian lanjutan untuk penataan lingkungan, pertanian, kesehatan, pariwisata maupun penanganan bencana yang kelihatan frekuensinya semakin meningkat melanda daerah perkotaan saat ini dalam hal bencana terkait dengan tugas pokok dan fungsi BMKG terutama dalam bidang cuaca, iklim, dan kegempabumian.

Dengan kerjasama yang dijalin semakin erat antar instansi, antar disiplin keilmuan niscaya bencana yang melanda wilayah Indonesia, khususnya Bali dapat ditekan dampak buruknya, meminimalisasi korban jiwa maupun harta benda. Prospek pengembangan system peringatan dini cuaca ektrim, maupun predikdi datangnya banjir dapat dilakukan dengan mengetahui ambang batas curah hujan yang jatuh disuatu daerah tangkapan yang berpotensi memicu banjir.
Karena yang paling mengetahui daerah tangkapan, topografi, system pembuangan air di suatu wilayah adalah pemerintah daerah, maka sebagai leader dalam pengembangan system peringatan dini banjir tidak;ah berlebihan diambil prakarsa oleh pemerintah daerah kabupaten, dengan melibatkan semua sumber data dan sumber daya yang tersedia di berbagai instansi dan institusi pendidikan.
Telah dimuat di Bali Post, Kamis, 24 Nopember 2011
Penulis : I Putu Pudja aktif di BMKG Jakarta.


DUA PENGINTAI CUACA BURUK DI INDONESIA

Musim hujan telah tiba ditanah air. Kita dibuat terkaget kaget, musim sekarang terasa semakin panas karena selimut awan yang menyelimuti Indonesia. Sehingga saat langit berawan udara terasakan sangat panas, kemringet sampai gobyos. Namun untuk pantai utara (pantura) Jawa, sudah mulai dilanda rob, atau pasang air laut.

Beda dengan Jakarta yang sudah punya Kanal Banjir Timur, katanya sudah lebih siap menghadapi banjir, belum berarti bebas banjir lho. Karena beberapa faktor cuaca dapat mengancam musim hujan ini menjadi lebih beringas, bisa seperti banjir di Thailand. Alamak bukan menakut nakuti. Akan tetap bila kita perhatikan perkembangan cuaca belakangan ini ternyata Indonesia sering terganggu oleh depresi tropis atau sistem tekanan rendah yang mampu mengakumulasi awan hujan dengan cepat dalam volume yang sangat banyak sehingga curah hujan bisa mendadak menjadi tinggi sekali. Contohnya saat Thailand dilanda hujan dan berbubtut banjir berkepanjangan itu, sislih berganti sistem tekanan rendah lahir diatas daratan Thailand dan sekitarnya, yang menumpahkan hujan di daerah cover annya.

Dimusim hujan sangat dikhawatirkan adanya seruakan dingin (coldsurge) dari utara di Lau China Selatan, biasanya akibat dorongan monsun Siberia, yang mendorong massa awan dan massa air Laut China Selatan semakin ke selatan, sehingga di daerah ini dan pantai sekitarnya akan mengalami curah hujan tinggi, dan gelomang laut yang lebih menggelora. Akibat angin baratan yang semakin menguat sejalan dengan menuju puncak musim hujan, serta massa air Laut China Selatan yang bertambah akibat massa air hujan menkadikan rob dan banjir gampang melanda daerah pantai yang bersentuhan langsung atau tidak langsung dengan Laut China Selatan.

Nah itu untuk wilayah sekitar Laut China Selatan sampa Lau Jawa dan sekitarnya, untuk daerah lainnya yang bersisian dengan Samudera Hindia, juga sangat rawan dilanda gangguan cuaca. Ini biasa karena adanya sistem tekanan rendah, lahirnya depresei tropis hingga badai tropis di selatan Nusa Tenggara, dia mampu memicu hujan lebat berhari-hari di sepanjang Jawa-Bali-Nusa Tenggara.

Tidak jarang pula sistem tekanan rendah itu berupa palung tekanan, yang biasanya sejajar dengan sumbu barat timur Jawa - Nusa Tenggara. Ditambah dengan angin baratan yang memang menguat sejak Nopember ini hingga mencapai puncaknya sekitar Pebruari-Maret, menjadikan hujan bisa sangat deras berkepanjangan menimpa kawasan sekitarnya selama sistem palung tekanan ini terjadi.

Dua pengganngu cuaca musim hujan Indonesia, berupa seruakan dingin, monsun  Siberia dari Utara  di Laut China Selatan dan perkembangan palung tekanan rendah di atas Samudera Hindia sangat mungkin melanda Jawa - Nusa Tenggara dari sisi utara maupun sisi selatan.

Awal perkembangan cuaca ini sering didahuluhi pula dengan sistem tekanan rendah yangs angat lokal akibat perkembangan awan CB yang menciptakan puting bliung, yang frekuensinya dirasakan meningkat belakangan ini. Kita tidak perlu terlalu merisaukan kondisi cuaca ini, karena memang kelakuan alam kita sedang demikian, yang penting bagaimana kita bisa mengantisipasi, serta menyiapkan diri dalam menghadapinya sehingga tidak menimbulkan korban besar. Minimal kita mampu memprediksi akan kehadirannya, mempersiapkan diri mengantisipasi sehingga kerugian dan korban yang diakibatkannya menjadi seminim mungkin.