Sawah di sekitar Larantuka

Salah satu sudut jalan transflores yang menghubungkan antara Maumere dan Larantuka

Pantai Larantuka

Salah satu pesisir pantai di kota Larantuka

Danau Tiga Warna Kelimutu

Danau tiga warna terdapat di kabupaten Ende, Flores.

Labuan Bajo

Salah satu spot menarik di Labuan Bajo, Manggarai, FLores.

Tari Hegong

Tarian Tradisional dari Maumere, Flores, untuk penyambutan tamu.

Rabu, 06 September 2017

Dari Nguji Skripsi 2017


"JAGO DALAM RUNNING SOFTWARE LEMAH DALAM JABARAN TEORI DAN JELEK DALAM BAHASA TULISAN"


Pada tahun ini masih kebagiabn untuk menguji dua kelompok mahasiswa atau taruna/i stmkg, Kali ini kesan yang diperoleh sehabis menguji:


  1. Karena menguji skripsi merupakan kelanjutan dari ujian proposal yang lalu, setelah diadakan perbaikan oleh para taruna/i maka yang perlu disorot hanyalah hasil pengolahan datan dan anapisisnya.
  2. Dari pengolahan datan, yang umumnya mereka menggunakan program atau paket program orang lain yang usdah run digunakan menganalisis data penelitian di tempat lain maka secara umum mereka hanya menggunakan program jadi, sehingga pilosophi program kurang mereka ketahui.
  3. Hasil mereka patut diacungi jempol, mereka sudah lihai memproses data dengan software, komputer yang umumnya mereka menggunakan laptop.
  4. Namun dengan kekurangan dalam menguasai pilosophi software, lemah dalam teori basik, dan keengganan atau kurang waktu membaca referensi menjadikan logika berfikir mereka dalam menyusun silogisme atau sintesa teori yang mengalir menjadi hipotesa masih sangat jauh.
  5. Dampaklainnya menjadikan lemah dalam pembahasan hasil dan interpretasi terlebih bila dikaitkan dengan fenomena atau variabel yang berhubungan di luar kontek penelitian mereka cenderung tidak bisa menjawab.
  6. Hal yang mendasar lagi adalah yang harus disadari bahwa menulis ilmiah hasil penelitian adalah  merupakan gabungan 'sain danart' maka dengan lemahnya bahasa tlisan mereka menjadikannya, tulisan menjadi kaku dan kalimatnya pendek-pendek. 
  7. Untuk para taruna/i yang baru habis skripsi hendaknya kalian : mengasah terus dengan membaca lebih banyak referensi yang akan digunakan dalam menulis ilmiah sehingga tidak ada kesan copy paste dari tulisan senior kalian, serta belajar menyusun kalimat dan menyusun bahasa indonesia dengan baik dan benar.
  8. Bagi kalian yang baru selesai skripsi dan lulus selamat atas kelulusannya, segera lakukan revisi sesuai masukan penguji dan pembimbing hingga beban kalian segera tuntas untuk sementara.
  9. Sekali lagi selamat untuk Sarjana Terapannya.


Pondok Betung, 7 September 2017

Rabu, 09 Agustus 2017

Tentang Karakteristik Penelitian Ilmiah

kharakteristik penelitian ilmiah, sangat berbeda-beda antara penulis yang satu dengan yang lainnya, namun sexara singkat dapat dikatakan ada 8 karakter penelitian ilmiah seperti berikit.



Kharakteristik Penelitian ilmiah yaitu: :
1. Purposive : Memiliki tujuan atau maksud tertentu
2. Rigor : Dilakukan dengan cermat, teliti, dan memiliki tingkat keakuratan tertentu
3. Testability :  Memiliki dugaan atau hipotesis tertentu dan dapat diuji menggunakan  ilmu yang berkaitan serta ilmu statistika (untuk data yang terkumpul, baik berjenis kualitatif maupun kuantitatif)
4. Replicability :Kesimpulan atau penemuan hasil penelitian memiliki sifat stabil. Maksudnya, hasil penelitian akan memiliki kesimpulan yang sama apabila dilakukan oleh peneliti lain dengan menggunakan metode yang sama.
5. Precision and Confidence : Dapat menunjukan seberapa besar :
  • keakuratan penelitian
  • peluang bahwa taksiran peneliti adalah benar
Kedua poin diatas dapat dilakukan dengan mengaplikasikan ilmu statistika dalam penelitian.
6. Objectivity :Kesimpulan penelitian harus berdasarkan fakta yang dihasilkan dari temuan data aktual, dan bukan berdasarkan subjektifitas atau emosional peneliti.
7. Generalizebility : Hasil penelitian dapat diterapkan seluas mungkin, semakin besar ruang lingkup penerapan hasil penelitian maka akan semakin baik.
8. Parsimony :Memiliki prinsip kesederhanaan dalam menjelaskan : masalah penelitian, dan alur penelitian

Puri Gading Jimbaran Bali

Jumat, 04 Agustus 2017

Sekilas Banjir Jayapura, 3 Agustus 2017



FAKTOR  UTAMA DALAM BANJIR DI SEKITAR JAYAPURA

Oleh : I Putu Pudja

Kamis, 3 Agustus 2017 lalu dilanda banjir, dengan konsentrasi banjir di daerah Entrop, daerah Perkantoran Otonom Kotaraja, dan daerah Komplek Perumahan Organda. Mengingatkan penulis akan nyamannya kota Jayapura, dimana penulis pernah bermukim sepanjang periode 1991 – 2000. Ketika itu dapat dikatakan belum pernah mendengar kata banjir, paling ada genangan air liar di jalan raya selama hujan lebat, karena saluran tertutup oleh sampah, atau pohon yang tumbang.
Banjir kali ini menurut informasi dari Kantor BMKG Wilayah V Jayapura, karena adanya hujan lebat yang cukup lama lebih dari 4 jam sekak pl 03 00 pagi, sehingga volume air permukaan menjadi meningkat. Kejadian itu terjadi karena berkembangnya daerah tekanan rendah yang menjadi pumpunan angin kaya uap air di perairan utara Papua. Konsentrasi awan sampai di atas wilayah Jayapura sehingga hujan menjadi lebat dan lama.
Ditinjau dari topografi Jayapura yang bergunung dan berbukit di tepian laut, seharusnya banjir susah terjadi karena aliran air akan segera ke laut. Sehingga pasti ada yang salah dengan pembangunan di daerah itu. Yang menyebabkan air sulit mengalir ke daerah lepas yaitu laut.
Kota Jayapura tidak beda dengan kota kota lainnya di Indonesia. Terlebih setelah terjadi pemekaran wilayah, mudahnya transportasi ke sana menjadikannya sebagai kota urban, untuk mendapatkan pekerjaan baik sebagai pegawai swasta maupun sebagai pegawai negeri.
Semuanya itu membawa konskuensi kebutuhan pemukiman, kebutuhan perkantoran, kebutuhan sentra sentra perekonomian, sehingga pusat perkantoran, pusat pertokoan, kawasan pemukiman baru semakin marak berdiri disana.
Bila memperhatikan ketiga daerah banjir di Jayapura semuanya merupakan daerah pengembangan baru, yang dulunya merupakan daerah aliran air dan daerah terminasi air, sebagai rawa ataupun daerah rendah, yang sebelumnya dihindari oleh masyarakat. Daerah Entrop sebelumnya merupakan daerah rawa, daerah payau bertemunya air tawar dari permukaan dengan air laut Teluk Jayapura; Kawasan Perkantoran Otonom dulunya sebagai rawa dengan hutan sagu sebagai lumbung ‘padi’ nya masharakat setempat, sebagai daerah terminasi air yang mengalir turun dari pegunungan cyclop lereng selatan menuju laut, dan Perumahan Organda dulunya merupakan daerah rendah sebagai tempa lalu dan terserapnya air permukaan karena daerahnya merupakan sedimen, yang mudah menyerap air dan sebagian merupakan rawa.
Di ketiga lokasi banjir itu telah terjadi pergeseran peruntukan lahan. Serapan, lahan airan menjadi daerah pemukiman, perkantoran maupun sentra perekonomian. Bahkan fungsi sarana aliran air pun dilupakan oleh oengembang, yang menguruk daerah tersebut dalam pengembangannnya. Perubahan ini menyulitkan penyerapan dan pengaliran air ke laut, terlebih setelah ditutupi dengan beton atau jalan aspal.
Dalam kondisi cuaca ektrim, hujan lebat yang berkepanjangan menjadikannya air permukaan yang berlebih sulit mencari pelepasan laut bebas. Jangankan sampai laut bebas, daerah alirannyapun cenderung sudah diuruk ditinggikan, sehinga potensial air dalam alirannya menjadi berhenti di daerah tersebut sebagai cikal bakal banjir.
Satu-satunya jalan untuk mengantisipasi banjir berikutnya mengingat susahnya lahan di Jayapura untu daerah yang rendah, perlu dalam pengembangan drainase juga harus tetap dipikirkan dengan volume tampungan yang tidak berbeda dengan kemampuan aliran sebelum dikembangkan. Dibuatkan jalan air menuju laut.
Karena memang upaya ini sangat mahal, sehingga peran Pemerintah Daerah untuk bersinergi mengembangkan wilayah sangat diperlukan. Hal itu menurut penulis bisa dilakukan oleh pemda Papua, dalam menjaga kelestarian Papua, dan mengindarkan penduduknya dari ancaman banjir.
Bintaro, 5 Agustus 2017

Senin, 29 Mei 2017

Pemberitahuan-UTS

Bagi anak-anak stmkg Mata Kuliah Fisika-2, Fisika Batuan, Metode Penulisan Ilmiah dan Bencana Alam Kebumuan, UTS di lakukan pada minggu ke 2 minggu-minggu UTS sesuai dengan jadwal kuliah.
Selamat UTS. Terima kasih. dan Selamat Belajar.

Senin, 17 April 2017

Berakhirnya Periode Senyap Seismik



“GEMPA-GEMPA BALI DAN BERAKHIRNYA PERIODE SENYAP SEISMIK”

Oleh : I Putu Pudja.

Masyarakat Bali Selatan belakangan ini, semakin sering merasakan getaran gempabumi, dengan intensitas yang bervariasi. Terakhir gempabumi  dengan kekuatan 3,5 SR yang dirasakan walau tidak cukup keras adalah: 1) gempabumi hari Sabtu, 8 April 2017  dinihari, pk 02 32 00 WITA.  Dengan posisi pusat gempa pada 9,46 LS – 117,23 BT pada kedalaman 25 km, posisi sekitar 69 km tenggara Sumbawa Barat. Dua gempa sebelumnya adalah Gempabumi pada : 2). Pada 22 Maret 2017, pk 07 10 27 WITA, dengankekuatan M = 6,4 SR pusat genpa pada : 8,88 LS – 115,24 BT, sekitar 23 km tenggara Denpasar. Pada kedalaman 117 km. Getaran gempa ini terasakan dari Lombok, Bali Selatan sampai Malang,  pada kisaran III – IV  Skala MMI;3). Pada 6 April 2017, pk 13 44 12 WITA. Gempa dengan kekuatan M=4,4 SR dengan pusat gempabumi pada 9,26 LS – 115,49 BT pada kedalaman 76 km. Posisi ini sekitaran 59 km barat daya Kelungkung. Dirasakan II – III Skala MMI.
Bila kita perhatikan ketiga gempa itu merupakan gempabumi yang berpusat di laut selatan Bali. Ini menunjukkan bahwa daerah Bali yang masi eksis sebagai daerah yang rawan terhadap ancaman gempabumi, dari daerah sumber gempa yang kita kenal sebagai zone subdaksi pertemuan antara lempeng tektonik Indo-Australia yang menyusup sebagai lempeng samudera, kebawah lempeng tektonik Eurasia sebagai lempeng kontinen.
Kejadian ini sangat menarik bila dilihat dari perkembangan seismisitas daerah sepanjang selatan Jatim – Sumbawa. Apakah kondisi ini membahayakan ataukah menguntungkan Bali dari segi dampak gempabumi yang mungkin terjadi di daerah ini, mengingat di sepanjang daerah ini mempunyai sejarah kegempaan yang unik, pernah terjadi gempa besar dan juga pernah terjadi gempa disertai tsunami: gempa Sumbawa dan Gempa Banyuwangi.
DAERAH SENYAP SEISMIK
Para seismolog sudah sejak lama memperhatikan daerah aktip gempabumi sepanjang selatan Jawa Timur – Sumbawa. Karena didaerah ini sudah cukup lama lebih dari 25 tahun setelah gempa dan tsunami Banyuwangi belum pernah terjadi gempabumi besar, sehingga daerah ini ditandai dengan daerah ‘seismic gap’ atau daerah senyap seismic. Beberapa teori menengarai untuk daerah yang demikian terjadi penumpukan energi gempa di daerah tersebut yang akan siap di lepas di kemudian hari. Semakin lama senyap seismic ini secara teoritis akan semakin lama menumpuk energi sehingga energi gempa yang diperkirakan akan terjadi akan semakin besar.
Daerah yang demikian bisa kita lihat pada peta seismisitas merupakan daerah yang kosong dengan pusat gempa. Dengan seringnya terjadi gempabumi khususnya pada segmen selatan Bali, dari teori akumulasi energi sangat menguntungkan. Karena energi yang terkumpul dilepaskan secara perlahan, waktu demi waktu yang menjadikan akumulasi energinya tidak mencapai tinggi sekali.
Sehingga daerah Bali sebenarnya diuntungkan dengan seringnya gempa yang terasakan masyarakat, yang menunjukkan daerah senyap seismic telah menunjukkan aktifitasnya, dan melepas energi dengan mencicil.
Bila memperhatikan kekuatan gempa yang terjadi antara 2,5=<M=< 6,4 Skala Richter menunjukkan bahwa akibat penumpukan energi di daerah pusat gempa telah terjadi retakan-retakan batuan kulit bumi. Semakin banyak retakannya akan semakin sering melepas energi dengan energi yang sangat variatif. Konversi energi ini kita kenal dalam informasi gempabumi sebagai kekuatan atau magnitude gempa yang diberi satuan Skala Richter.
Demikian juga kedalaman gempabumi yang terjadi terlihat bervariasi antara 25km =<h=<117 km menunjukkan bahwa akumulasi energi terjadi tidak pada suatu volum batuan yang focus, tetapi terjadi pada volum yang sangat luas, sehingga energi yang terakumulasi dapat dikatakan tidaklah terpusat pada satu volum yang focus sehingga akumulasi yang tinggi nergi gempa itu terhindari terjadi.
Kejadian ini memberikan indicator kepada kita bahwa penumpukan energi terjadi secara menyebar sehingg gempabumi yang dikhawatirkan para pakar dapat terjadi antara M = 7 – 8 SR semakin kecil kemungkinan terjadinya.
CIRI GEMPA MENENGAH
Mungkin banyak dari sidang pembaca yang mempertanyakan kenapa gempa yang ke 2 di atas dapat mengguncangkan daerah yang sangat luas, dari Lombok hingg Malang dan sepanjang pantai selatan Bali, sama dengan pertanyaan beberapa teman penulis. Hal ini terjadi karena pusat gempa dari gempa yang kedua relative lebih dalam, masuk kategori gempa dengan kedalaman menengah. Getaran gelombang gempa yang biasa disebut dengan gelombang seismic mempunyai sifat semakin dalam pusat kejadiannya, dia akan memiliki sifat penetrasi yang lebih luas, dan energi gelombang badannya menjadi lebih besar dibadingkan dengan gempa dangkal.
Ingat gempabumi yang terjadi di pantai utara Inramayu dengan kedalaman lebih dari 600 km, walau kekuatannya seperti gempa yang kedaua diatas, getarannya dirasakan dampai kota-kota : sepanjang pantura Jawa, Batam, Singapura dan Kualalumpur di barat dan sampai dirasaraskan di Denpasar dan Mataram di sebelah timur.
Gempa dengan kedalaman dalam memang mengguncang dan dirasakan getarannya sampai jarak yang kauh, tapi tingkat pengrusakannya kecil. Beda dengan gempa dangkal yang getarannya umumnya dirasakan di daerah yang tidak begitu luas akan tetapi sifatnya sangat merusak.
Semakin banyak pertanyan dari masyarakat, dan semakin banyaknya masyarakat melaporkan merasakan gempabumi (walau kekuatannya kecil, seperti gempa 6 April 2017 ini, menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya masyarakat Bali mempunyai kesiap siagaan yang tinggi terhadap bencana gempabumi. Ini perlu di jaga dan dipupuk selalu, karena kita hidup di daerah yang rawan terhadap gempabumi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: gempabumi yang dirasakan sering terjadi oleh masyarakat merupakan akhir dari periode senyap seismic. Seringnya gempa terjadi mengindikasikan bahwa energi gempa di daerah ini di lepas perlahan, tidak terfokus suatu tempat terlihat dari posisi pusat gempanya. Semuanya merupakan kondisi yang menguntungkan ditinjau dari proses pelepasan energi gempabumi.
Penulis : Dosen pada Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Tangsel.

Telah dimuat di Bali Post, 17 April 2017, pada Opini hal.6