Sawah di sekitar Larantuka

Salah satu sudut jalan transflores yang menghubungkan antara Maumere dan Larantuka

Pantai Larantuka

Salah satu pesisir pantai di kota Larantuka

Danau Tiga Warna Kelimutu

Danau tiga warna terdapat di kabupaten Ende, Flores.

Labuan Bajo

Salah satu spot menarik di Labuan Bajo, Manggarai, FLores.

Tari Hegong

Tarian Tradisional dari Maumere, Flores, untuk penyambutan tamu.

Senin, 17 November 2014

Nort Moluccas Tsunami?



“MENGGUKAN FAKTOR HISTORIKAL DATA DAN KARAKTERISTIK SESAR DALAM PREDIKSI TSUNAMI”

I Putu Pudja

Pola Tektonik Laut Maluku
Pagi tanggal 15 Nopember 2014 saat penulis sedang berdiskusi dengan keluarga, sebuah sms peringatan dini tsunami masuk “Peringatan dini tsunami di Malut, Sulut, Gorontalo, Maluku , Papua Barat akibat Gempa Magnitudo 7,3 Skala Richter , 09 31 40 WIB, berlokasi di posisi 1,97 LU – 126,50 BT kedalaman 10 km” dirilis BMKG. Beberapa kali peringatan tsunami ini di muthakirkan sampai dihentikandinyatakannya peringatan dini ini. Diantaranya dilaporkan memang tsunami terjadi, dirilis dengan ketingian 9 cm di Jailolo, Tobelo 1 cm, dan di Manado 3 cm,

Lalu timbul pertanyaan dari orang awam, diantaranya (1) Apakah angka itu hanya suatu pembenaran saja terhadap peringatan yang telah diberikan. (2) Memang lebih baik ada peringatan dibandingkan dengan korban yang mungkin terjadi.(3) Itulah kehebatan alat digital yang mampu mendeteksi gelombang tsunami yang hanya mempunyai amplitudo antara 1 – 9 cm. Tidak sampai 10 cm,

Pendapat pertama muncul dari para aktivis yang langsung bersentuhan dengan masyarakat kita dilapangan yang melihat bagaimana paniknya masyarakat yang mendengar peringatan tersebut, di daerah berpotensi bencana tsunami, Pendapat kedua diungkapkan orang yang pernah merasakan betapa dahsyatnya tsunami dan besarnya korban yang ditimbulkannya. Pendapat ke tiga diberikan oleh para teknokrat dan pakar yang sudah berfikiran digital. Hahahaha. Semuanya tidak mau kalah dan mau benar sendiri.

Menurut hemat penulis, ketidak samaan persepsi itu terjadi sama dengan ketidak samaan persepsi diantara pakar sendiri tentang persyaratan gempabumi yang dapat membangkitkan tsunami. Yang jelas mereka pasti berpedoman bahwa: 

(1)    gempabumi terjadi di dasar laut.  Pendapat ini diakui oleh para pakar dengan aklamasi. Manun beberapa gempa di daratan dekat pantai ternyata juga membangkitkan tsunami. Ingat gempabumi Manokwari.
(2)    Kedalaman pusat gempabumi dangkal. Inipun disepakati bersama oleh para pakar. Akan tetapi banyak yang membuat kisaran yang sesuka hatinya untuk gempa dangkal. Terakhir BMKG menyatakan gempa dangkal 0 – 100 km, Dulunya kita menaggap gempa dangkal itu 0 – 65 km.
(3)    Kekuatan gempabumi sama dengan atau lebih dari 6,4 SR. Nah ini juga digeser mengingat sebagian prediksi tsunami meleset sehingga magnitudo dinaikkan menjadi 7,0 Skala Richter. Memang sangat kompromis.
(4)    Mekanisme pusat gempabumi adalah mekanisme sesar normal, atau sesar naik. Yang dikaitkan dengan sistem gaya kompresi dan tensil pada pusat gempabumi. Nah yang terakhir ini disepakati dengan akhlamasi oleh para penggiat warning tsunami.
(5)    Menurut penulis yang paling penting sebenarnya adalah historikal data yang menunjukkan bahwa daerah tersebut memang sudah pernah terjadi tsunami, atau memang habitat gempa dengan sesar normal atau sesar nail. Semuanya akan ditunjukkan oleh historikal data seismik setempat, apakah daerah itu tsunamigebic apa tidak?.

Persayaratan terakhir karena singkatnya golden time yang dimiliki oleh para operator di sentra Tsunami Senter menyebabkan mereka tidak sempat melihat historikal data ini. Mereka seharusnya memiliki waktu khusus untuk di ugrading ingatannya dengan pelatihan sehingga akan hafal atau mengetahui dengan baik karakteristik kegempaan wilayahnya.

Pengatahuan ini akan diketahui apabila diantara petugas yang mendalami historikal data, karakteristik kegempaan masing-masing daerah habitat tsunami, atau tsunami genik di Indonesia. Persyaratan yang disebutkan diatas akan menjadi situasional pertimbangannya sebelum dirilis, disamping telah memiliki persyarakan teknis yang sudah diinstalasi pada mesin otomatis. Jadi nilai ‘art’ yang bersifat humanis dari sebuah prddiksi tsunami masih diperlukan dalam peringatan dini tsunami.

Sebagai contoh persyaratan tsunami di wilayah laut sebelah barat Sumatera, daerah Selatan Jawa, daerah Nusa Tenggara, daerah Sulawesi dan sekitarnya, daerah Maluku, dan Wilayah Irian Jaya pasti akan memiliki persyaratan khusus disamping persyaratan umum yang disebutkan diatas. Untuk daerah dimana ‘tsunami’ yang dibicarakan belakangan ini memang terjadi pada wilayah yang sangat komplek secara tektonik. Yang diperlihatkan seperti gambar blok dibawah ini.


 


Gambar : Struktur Laut Maluku ( Dimas Bambang 2014).
Wilayah ini secara tektonik mendapat tekanan dari barat dan timur, sehingga blok di daerah ini menunjam ke timur dan kebarat di bawah blok yang menekan. Di dalam blok ini tersimpan material volkanik yang aktif sehingga disamping ada kompressi antar belok arah timur barat, juga diduga ada pengangkatan dari material volkanik.

Sebagai dampaknya di daerah daerah pertemuan blok akan sangat sering terjadi gempabumi. Periksa berita gempabumi (sms) yang dirilis BMKG sangat banyak gempabumi terjadi di wilayah ini. Geoncangan gempabumi telah menambah tekanan material volkanik sehingga memico gunungapi di daerah sekitarnya seperti gunung : Lokon, Karangetang, Gamalama dan lainnya mempunyai letusan yang bersifat kambuhan.
Beberapa pendapat mengatakan aktipitas tektonik dan volkanik di daerah ini saling picu (trigger) satu sama lainnya sehingga gempabumi dan volkanik aktipitasnya saling mengsuik satu sama lainnya. Sifat ini sama dengan sifat beberapa gunung api yang aktif saat ini : Merapi, Kelud, Selanet dan Sinabung yang banyak dikaitkan dengan aktipitas tektonik sekitarnya.

Agar ada titik temu persepsi maupun tercipta rasa aman pada masyarakat dan meminimialisir dampak negative publikasi waring atau peringatan dini tsunami, rasanya perlu me redifinisi tentang kisaran warning, karena warning sangat diperlukan mengingat sifat lupa dari manusia. Mungkin ada warning potensi, waspada,  awas , bahaya misalnya.

Tak untuk pembelaan diri kita mengatakan tsunami terjadi dengan ketinggian 1 cm, atau ketinggian 3 cm maupun 9 cm, yang oleh orang awam dianggap main-main.

Disamping itu sangat perlu untuk mempelajari : (1) histrikal data gempabumi; (2) historical tsunami; (3) karakteristik mekanisme gempabumi pada setiap daerah yang tsunamigenik senagai habitat lahirnya tsunami. Pekerjaan seperti ini tidak p[ernah berhenti, sehingga perbaikan dan pembaruan terus dilakukan, Dan kita tidak menjadi budak teknologi, tetapi tetap memakai humanistis dan art sebagai kontrolnya sebuah prakiraan, mengingat sifat alam akan masih melekat selamanya. Dan keterampilan akan mengarahkan petugas pandai memanfaatkan golden time.