Rabu, 29 Januari 2014

Kultur Hadapi Gempa

“MEMBANGUN KURTUR JAKARTA- MENGHADAPI GEMPA”

Oleh : I Putu Pudja

Sumber Gambar
Seperti di pertanyakan dalam opini Media  Indonesia,Selasa 29 Juli 2008, Siapkah Jakarta Menghadapi Gempa?. Pertanyaan tersebut dapat kita jawab dengan  may be yes,may be no. Mengingat beberapa hal diantaranya karena seudah sangat lama DKI telah memiliki Peratuhan Pendirian Bangunan Tahan Gempa dan masyarakatnya paling mudah mengakses informasi dibandingkan dengan masyarakat lain di Indonesia.

Diakaitkan dengan konsep peringatan dini bencana, maka pembangunan struktur dan pembangunan kultur, merupakan tiang utama sebuah keberhasilan sistem peringatan dini tersebut. Dikaitkan dengan Jakarta, dengan  bangunan pencakar langit dan penduduk yang sangat meningkat pada jam kerja, kesiapan struktur rupanya mempunyai level yang lebih tinggi di abndingkan dengan kesiapan kulur, berupakesiapan masyarakat penghuni Jakarta dalam menghadapi ancaman gempa.

Perlu diketahui bahwa data menunjukkan bahwa kerugian akibat gempabumi tidak hanya tergantung pada kuatnya gempa itu sendiri, namun akan lebih ditentukan oleh kepadatan penduduk, kepadatan bangunan di daerah tersebut. Bandingkan kekuatan gempa Aceh  26/12/2004 yang berkekuatan 9.0 SR dengan gempa  Sichuan, China, 12/05/2008, berkekuatan  7,9 SR, perbandingan kerugiuannya Rp.45 T berbanding  Rp. 194 T ( Pariatmono). Demikian pula akan terlihat jelas bila kita membandingkanm kerugian akibat gempa Aceh dengan kerugian akibat gempa Yogyakarta,27/05/2006, akan terlihat abfka perbandingan yang berbanding “lurus”. Dengan kepadatan penduduk daerah yang terkena goncangan gempa tersebut. Nah belajar dari angka-angka ini maka patutlah Jakarta mewaspadai bencana gempa ini, dengan focus peningkatan pembangunan kultur masyarakatnya dalam menghadapi goncangan gempa, mengingat daerah seperti Jakarta, korbannya akan sangat munkin terjadi akibat kepanikan.

SEJARAH KEGEMPAAN  

Dari historical data gempabumi merusak, terlihat memang daerah Jakarta belum pernah terdapat pusat gempa, akan tetapi terlihat bahwa  Jakarta beberapa kali,mengalami goncangan gempa yang sangat hebat akibat gempa yang terjadi di kawasan Jawa Barat.. Gempa tersebut diantaranya adalah :
  • Gempa, 28 Januari 1833, yang terjadi pk.12 00 00 WIB, yang merupakan gempakuat yang menguncang wilayah Jawa Barat, termasuk Jakarta. Intensitas gempa VII – VIII Skala  MMI,menyebabkan kerusakan pada tembok-tembok bangunan dan menyebabkan  dan retak-retak.Dalam laporan yang sanagt minim ini dilaporkan tidak terjadi korban jiwa.
  • Gempa, 10 Oktober 1834 yang dikenal dengan gempa  Bogor, dengan ntensitas VII – VIII Skala MMI,getaran dirasakan kuat di Bogor dan sekitarnya, mengakibatkan kerusakan pada beberapa bangunan dan runah penduduk.
  • Gempa Bogor, 20 Desember 1852, dengan intensitas VIII – IX Skala MMI, dan merubuhkan beberapa bangunan.
  • Gempa Karawang 24 Mei 1862,  dengan intensitas goncangan VI Skala MMI,dan mengakibatkan kerusakan pada tembokpenduduk.
  • Gempa Sukabumi, 14 Januari 1900,gempa dengan intensitas goncangan mecapai VII. Goncangannya dirasakan di daerah Periangan, Banten, Bogor, dengan kerusakan paling parah di Sukabumi.
  • Gempa Labuan,16 Desember 1963, pk. 09 45 35 WIB, dengan pusat gempa pada posisi 6,25 LS – 105,4 BT dengan magnitudo 5,0 SR,intensitas mencapai V Skala MMI. Kerusakan terparah terjadi di Labuan dan sekitarnya.Goncangan gempa ini di Jakarta membuat panik. Getaran gempa ini dirasakan sampai Tasikmalaya.
  • Dan beberapa gempa lainnya, yang berpusat di selatan Banten, Sukabumi,dan Laut Jawa.
Data tersebut menunjukkan bahwa Jakarta mendapat ancaman gempa dari : arah barat daya, yaitu gempa-gempa yang terjadi di selatan Banten – Selat Sunda selatan; arah tenggara gempa gempa yang berpusat sekitar Pelabuhan Ratu, Sukabumi hingga Bogor dan dari arah timur laut, berupa ancaman goncangan gempa menengah – dalam yang terjadi di Laut Jawa. Beberapa penelitian geologi maupun geopotensialbumi ( Oriza  Sativa, 2008 ) menunjukkan bahwa di Jakarta juga terdapat graben dan patahan –walau di kedalaman- yang suatu saat dapat terpicu menjadi sumber gempa.

Dampak yang paling berat akibat gempa yang mengoncang Jakarta, hanya sampai pada keretakan pada tembok bangunan, serta dirasakannya goncangan pada bangunan. Laporan dirasakannya goncangan gempa pada bangunan yang semakin tinggi, belakangan semakin kerap dilaporkan masyarakat Jakarta ke BMKG. Ini menunjukkan bahwa ada ketakutan dan ke khawatiran masyarakat saat merasakan goncangan gempa di Jakarta. 

Inipula berati bahwa kultur masyarakat dalam menghadapi bencana khususnya bencana gempa belum terbangun dengan baik, terlihat dari kepanikan masyarakat,yang justru sangat mungkin akan menyebabkan jatuhnya korban.

MEMBANGUN KULTUR

Guna menekan lebih rendah tingkat kepanikan masyarakat Jakarta, terutama yang berada di bangunan pencakar langit, maupun bangunan publik lainnya,menjadi tugas kita bersama dalam membangun kultur masyarakat dalam menghadapi gempa. Dapat berupa semacam ’erthquake drill’ dengan pelatihan pengungsian bagi penghuni gedung bertingkat dalam menyelamatkan diri sata terjadi gempa, memperkenalkan tangga darurat, memperkenalkan tempat tempat yang paling aman dalam gedung saat menerima goncangan. Memberikan ceramah penyelamatan diri kepada masyarakat terkait bencana gempa oleh pengelola gedung bekerja sama dengan instansi terkait seperti LIPI, BNPB, BMKG, Pemda DKI dll..Dalam paket pelatihan maupun ceramah ini akan dijelaskan potensi ancaman gempa,sejarah kegempaan, apa yang harus diperbuat sebelum, saat,maupun setalah gempa untuk masyarakat penghuni gedung, maupun masyarakat pantai bila daerahnya berpotensi diterjang tsunami. 

Itu memerlukan pengasahan yang telaten, sehingga masyarakat Jakarta menjadi siaga bencana, khususnya bencana gempa, baiksaat sedang berada di kantor mapun saat mereka sedang berekreasi ke daerah yang rawan gempamaupun berpotensi tsunami,mengingat masyarakat Jakarta merupakan masyarakat yang suka berekreasi.

Disamping membangun kultur masyarakat dalam menghadapi bencana gempa, tugas berat juga disandang Pemda DKI, untuk mengawasi bangunan yang ada apakah sudah dibangun dengan struktur bangunan tahan gempa, sesuai dengan peraturan yang berlaku. law inforcement perlu ditegakkan guna melindungi masyarakat. 
Dengan upaya tersebut, maka Jakarta sebagai barometer keamanan dan kesiapan dalam menghadapi bencana gempa, Jakarta akan menjadi kota yang  membangun kultur masyarakat dan strukur  bangunannnya dalam mengantisiasi bencana gempa yang mungkin mengancam daerahnya, sebagai komponen yang akan menyukseskan sistem peringatan dini tsunami Indonesia atau dikenal sebagai Ina TEWS ( Indonesia Tsunami Warning System ), yang juga dibangun berdasarkan konsep pembangunan struktur dan kultur, walau pengertian struktur dan kultur disini mempunyai makna yang berbeda. Dalam Ina TEWS yang di maksud  pembangunan struktur adalah membangun infrastruktur sistem peringatan dini tersebut berupa sistim monitoring ( gempa, percepatan tanah, pasang surut,tekanan air laut ), sistem komunikasi data dan diseminasi informasi maupun sistim prosesing, sistim penyuport kebijakan dll sebagainya.

Upaya tersebut juga akan meningkatkan ketenangan dan menekan kepanikan  masyarakat menghadapi setiap goncangan gempa yang sewaktu waktu dapat terjadi dari gempa yang terjadi pasa sumber-sumber gempa yang berpotensi menggoncang Jakarta, yaitu daerah sumber gempa Selat Sunda Selatan – Selatan Banten, Pelabuhan Ratu – Sukabumi dan Bogor, serta sumber gempa di Laut Jawa.

Penulis : Aktif di BMKG

0 comments:

Posting Komentar