ELASTISITAS BATUAN
4.1
ELASTIS, PLASTIS DAN BRITLE
Bila
gaya berlangsung terus menerus bekerja pada sebuah benda atau batuan, maka
benda tersebut dapat mengalami deformasi. Deformasi merupakan perubahan bentuk
atau perubuhan ukuran yang terjadi akibat adanya beban yang diberikan pada
benda. Deformasi itu akan ditentukan oleh sifat elastis atau respon benda
tersebut dalam mereaksi beban gaya yang bekerja padanya sehingga terkait dengan
ini benda dibedakan menjadi : (1) elastis, (2) plastis, dan (3) brittle.
Elastisitas
batuan banyak dikaitkan dengan rspons batuan terhadap gaya yang diberikan
kepadanya. Modulus elastisitas yang dibahas pada bagian ini, mungkin berbeda
dengan elastisitas yang dibahas dalam bidang teknik. Lebih banyak dibahas
elastistas yang berkaitan dengan pembangkitan, dan penjalaran gelombang
elastis, secara khusus gelompang seismik, terutama gelombang longitudinal
sering disebut gelombang P,. dan gelombang transversal, sering disebut dengan
gelombang S. Gelombang Reliegh atau gelombang R dan Gelombang Love (L).
Secara
umum ada empat jenis sistem gaya yang
bekerja pada batuan, yaitu : gaya tekan atau kompressi, gaya tarik atau
tensile, gaya bending, dan gaya geser. Namun lebih sering dibahas tiga jenis
saja dalam fisika batuan yaitu gaya tekan, gaya tarik dan gaya geser. Yang
diilustrasikan sebagai gambar berikut:
Gambar 4-1 : Empat Tipe Gaya Yang Bekerja pada Batuan
Keterangan
Gambar
Atas-bawah
–Kiri kanan: Gaya tarik, Gaya tekan,
Gaya bending , dan Gaya geser.
Akibat
bekerjanya sistem gaya-gaya tersebut pada batuan, maka batuan akan mengalami
deformasi. Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari
suatu benda [Kuang,1996]. Perubahan posisi lebih banyak dimasukkan dalam
deformasi dalam bahasan geologis. Deformasi dapat terjadi dalam skala kecil
sampai skala besar.
Skala
kecil bisa kita saksikan deformasi yang terjadi pada batuan, pada sumber gempabumi
atau yang terjadi akibat gelombang gempabumi. Sedangkan dalam skala yang besar
bisa kita saksikan pada akibat tumbukan lempeng tektonik, yang dalam skala
waktu yang lama merubah raut muka bumi kita. Dan menciptakan pegunungan, bukit,
lembah di daratan, palung maupun punggungan di laut/ Untuk deformasi permukaan
bumi itu belakangan sangat banyak dilakukan pengukuraan dengan GPS.
Respon
batuan terhadap adanya gaya yang bekerja padanya, akan sangat dikaitkan dengan
sifat elastisitas batuan tersebut, yaitu : elastis, hancur (britle). Dan tidak elastis. Tidak
elastis kemudain dibedakan menjadi : plastis dan viskos.
Disebutkan
elastis, bila perubahan yang terjadi akan segera kembali kebentuk semula, bila
gaya penyebabnya dihilangkan. Dibedakan menjadi elastis murni, apabila batuan
segera kembali begitu beban dihilangkan, dan visko elastis, apabila batuan
kembali kebentuk dan ukuran semula memerlukan waktu dihitung sejak beban
dihilangkan. .
Plastis
adalah suatu sifat batuan yang akan mengalami deformasi atau regangan permanen
walaupun gaya penyebabnya dihilangkan. Dalam kondisi ini dikatakan terjadi
regangan atau strain yang permanen pada batuan.
Sedangkan kondisi britle adalah sifat batuan yang akan hancur bila
menerima besaran gaya tertentu. Batuan
ini bersifat rapuh karena akibat beban yang diberikan batuan telah kehilangan
gaya kohesinya
Kurva
hubungan antara stress dan strain itu dapat digambarkan seperti terlihat pada
gambar berikut.
Gambar
4-2 : Menunjukkan Hubungan Stress dan strain dengan daerah-daerah elastis,
plastis dan Britle/
4.2
Tegangan dan Regangan
Bila
pada batuan atau benda dikerjakan sistem gaya seperti pada gambar, maka benda
akan mengalami stress. Stres sering kita kenal sebagai tekanan, bila sistem
gaya yang bekerja merupakan tekanan, atau tensi, bila sistem gaya itu merupakan
gaya saling menarik. Stress sering disebutkan dengan tegangan atau tekanan,
yaitu gaya persatuan luas. Dirumuskan sebagai berikut ;
……………………….(4-1)
Dimana : 𝞼
: stress atau tegangan; F : Gaya (N) dan A : luas bidang (m2)
Dengan ilustrasi vektorial stress, strain dalam material dan
digambarkan pada kurva sebagai berikut.
Gambar 4-4 : Pengaruh gayad danKurva Elastis batuan
Strain
adalah perubahan panjang per panjang mula-mula. Strain diterjemahkan sebagai
regangan.
………………… (4-2)
Dimana
:
Є = strain tanpa saruan
Δl = perubahan panjang dalam meter,
L0 = panjang semula dalam meter
Kalau
gaya bekerja secara geser atau shear forces, maka akan elastisitasnya sering
digunakan Modulus Geser, Perhatikan gambar sistem gaya geser pada Gambar 3, dan
Modulus geser G, beberapa buku memberikan simbul 𝞵
yang di rumuskan sebagai berikut :
Gambar
4-5: Sistem Gaya Geser dan perubahan pada batuan
………………..(4-3)
Dengan
: 𝞼s = stress geser, dy = pergeseran searah gaya atau y, y panhang
mula-mula, dan μ adalah modulus geser.
Dengan satuan yang sejalan dengan satuan pada rumusan modulus Young.
Dalam
elastisitas mungkin akan lebih baik kalau kita ingat dan perhatikan kembali
Hukum Hoke’s
Gambar
4-6 . Pegas dan Kompressi pada batuan
Gambar
diatas menunjukkan keidentikan antara Hukum Hooke dengan Hubungan Stress-strain
:
F
= , ……………………………………………..(4-4a) dengan:
,
………………………………………………..(4- 4b)
Kedua
rumusan ini sama sama menguraikan tentang elastisitas merupakan rumusan yang
identic, walau yang satu digunakan pada elastisitas pegas, dan yang lainnya
pada elastisitas batuan
4.3 Modulus Young, Poisson Rasio, Modulus Bulk
dan Konstanta Lame.
Diatas dalam hubungan antara tegangan dan regangan telah
diperkenalkan konstanta penghubung E, yaitu modulus yang yang dapat
diidentikkan dengan konstanta pegas bila kita hubungkan atau identikkan dengan
Hukum Hooke, dengan hubungan sebagai berikut:
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,(4-5)
Dimana : :
adalah regangan tanpa satuan, dan E
adalah Modulus Young dengan satuan sama dengan satuan tegangan.
Bila kita perhatikan pada saat batuan menerima gaya tekan
atau gaya tarik, dengan sifat elastiknya maka perubahan tidak saja terjadi
searah panjang atau aksial, namun juga terjadi perubahan tegak lurus gaya, yang
sering dikatakan sebagai perubahan radiak. Sistem gaya tekan, maka batuan akan mengalami pengembangan, dan dalam sistem
gaya tarik, maka batuan akan mengalami penyusutan arah radial. Sehingga batuan akan mengalami regangan
aksial (𝟄a ) dan regangan radial (𝟄r ). Perbandingan
antara regangan aksial dengan regangan radial disebutkan sebagai Poisson Rasio.
…………………………………………… ………(4-6)
…………………………….… (4-7)
Poisson Rasio, dan regangan semuanya tidak memiliki satuan,
hanya merupakan rasio atau bilangan pecahan.
Bayangkan kalau batuan tersebut berbentuk bola dengan gaya
yang sama besar bekerja dari segala arah, seperti pada tekanan hidro static,
atau lithostatik, maka akan terjadi perubahan tekana bila pada bola tersebut
bekerja gaya luar, yang mengakibatkan perubahan volume atau regangan volume ( ), disini kita kenal modulus Bulk, atau
kebalikan dari kompressibilitas. Modulus Bulk dapat dituliskan sebagai berikut:
………………………………………………..(4-7)
Jadi Modulus Bulk dapat didefinisikan sebagai perubahan
tekanan per regangan volume. Modulus Bulk mempunyai satuan N/m2 .
Selain modulus dan rasio atau konstanta-kontanta di atas,
dalam batuan terutama dikaitkan dengan gelombang elastic, sangat dikenal
konstanta Lame, yang memiliki hubungan seperti berikut:
(4-8)
Yang dapat dijelaskan hubungannya sebagai berikut: 𝜆 = Konstanta Lame merupakan
konstatnta yang berhubungan dengan Modulus Young ( E ) dan Poisson Rasio ( 𝞶 ). Perubahan pada batuan menyebabkan perubahan pada 𝞺, 𝞵 dan K berubah mengakibatkan perubahan dalam kecepatan
gelombang seismik.
Didalam penjelasan mekanika batuan, kita sangat sering
menurunkan rumus dengan Rumus dari Hukum Newton , disamping dengan rumus dari
Hukum Hooke, seperti disebutkan di atas, sehingga akan sangat sering digunakan
dalam penurunan rumus sifat fisi batuan berupa densitas, karena akan sangat
berkaitan dengan massa batuan.
Ada baiknya kita mengingatknya kembali Hukum Newton
tersebut, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
: .
Dan
Sehingga :
………………………………………..…….(7-8)
…………………
………………………...(7-9)
Besaran dari satuan fisis batuan diatas telah dibahas pada
Bab sebelumnya, terutama pada densitas batuan.
Dalam perkembangan selanjutnya di dalam praktek penjabaran gelombang
elastic rumusan ini banyak digunakan sebagai awal penurunan persamaan gelombang
elastic, terutama gelombang seismik dalam bidang seismologi.
HOMOGENITAS
BATUAN DAN TIPE GEMPABUMI
Hasil
penelitian di laboratorium terhadap gaya yang dikerjakan pada material yang
bervariaso dari yang homogen, semi homogen sampai yang sangat tidak homogen
atau heterogen, ditemukan bahwa ketiga nya mempunyai respons yang sama, yang
diakibatkan oleh elastisitas batuan.
Hasli
penelitian secara mikro di laboratorium ini, ditarik untuk mengklasifikasikan
tipe-tipe gempa. Stress yang diberikan kepada material diidentikkan dengan
energi stress yang terbangun pada patahan atau bantaun dimana gempabumi itu
terjadi, sedangkan frekuensi getaran yang dimonitor dalam penyelidikan di
laboratoriu, diidentikkan dengan gempabumi yang terjadi.
Gambar : Hasil
Penelitian di Laboratorium untuk pembebanan stress pada berbagai jenis batuan.
Mogi (1963)
menggolongkan gempabumi menjadi tiga tipe, yaitu :
1.
Gempabumi tipe I. Merupakan rangkaian gempabumi dimana gempa utama –main shock-
diikuti oleh banyak gempa sususlan –aftershocks-, namun rangkaian gempa ini
tidak didahului oleh gempa pendahuluan –foreshock-. Rangkaian gempa tipe I ini
dikaitkan dengan deformasi pada material pembentuk bumi dimana gempabumi itu
terjadi yang bersifat homogen.
2. Gempabumi tipe II. Merupakan rangkaian
gempabumi dimana gempabumi utama didahului oleh beberapa gempa pendahuluan, dan
setelah gempabumi utama disertai oleh banyak gempa susulan. Tipe gempabumi ini
dikaitkan dengan kondisi batuan yang terdeformasi bersifat semi homogen.
3.
Gempabumi tipe III. Merupakan gempabumi yang tidak memiliki gempabumi utama.
Dia merupakan rangkaian gempabumi panjang tanpa diserta gempabumi utama, sampai
berhentinya rangkaian gempabumi itu. Tipe ini dikaitkan dengan gempabumi yang
terjadi pada material yang terdeformasi bersifat sangat heterogen. Gempabumi
tipe III ini juga disebutkan dengan swarm.
Hubungan
antara frekuensi gempabumi dan stress yang bekerja pada material batuannya
terlihat pada gambar 5.
Hampir
sebagian besar gempabumi tektonik yang terjadi di Indonesia, merupakan
gempabumi tipe II, Seperti
Gempabumi Sumbawa (1976). Gempabumi Aceh
(2004), Gempabumi Jogyakarta ( 2006) dan lain lainnya. Banyaknya frekuensi
gempabumi susulan yang terjadi biasanya digunakan untuk memprediksi kapan
berhentinya ancaman gempabumi di daerah terdampak bencana. Walau secara
instrumentasi rangkaian ini akan tercatat sangat lama terjadinya.
Sifat ini
digunakan untuk memperediksi kapan mereda atau berakhirnya gempabumi susulan.
Gambar 4-7 : Hubungan Homogenitas dengan tipe getaran.
Dasar untuk
fisis yang digunakan sebagai perhitungan perediksi berhentinya, tepatnya
meredanya gempabumi susulan adalah teori peluruhan energi yang merupakan fungsi
eksponensial terhadap waktu. Selang waktu yang digunakan tergantung kondisi di
lapangan, namun kalau pencatatan gempabumi susulannya sangat baik digunakan
frekuensi harian. Untuk mudahnya bisa digunakan perhitungan eksponensial dengan
exels atau hanya dengan grafik pada kertas semi logatmik. Kurvanya akan mirip
dengan kurva pada gambar diatas yang sebelah kanan.
Sedangkan
gempabumi volkanik atau runtuhan umumnya tergolong pada tipe III, yang
merupakan rangkaian gempabumi menarik karena menakutkan masyarakat sekitarnya
yang merasakan, karena umumnya disertai dengan suara gemuruh disamping
goncangan. Gempabumi jenis ini banyak termonitor di : Sorong Papua Barat, Gn
Lawu (1979), Lampung dan tempat lainnya.
0 comments:
Posting Komentar