Senin, 17 April 2017

Berakhirnya Periode Senyap Seismik



“GEMPA-GEMPA BALI DAN BERAKHIRNYA PERIODE SENYAP SEISMIK”

Oleh : I Putu Pudja.

Masyarakat Bali Selatan belakangan ini, semakin sering merasakan getaran gempabumi, dengan intensitas yang bervariasi. Terakhir gempabumi  dengan kekuatan 3,5 SR yang dirasakan walau tidak cukup keras adalah: 1) gempabumi hari Sabtu, 8 April 2017  dinihari, pk 02 32 00 WITA.  Dengan posisi pusat gempa pada 9,46 LS – 117,23 BT pada kedalaman 25 km, posisi sekitar 69 km tenggara Sumbawa Barat. Dua gempa sebelumnya adalah Gempabumi pada : 2). Pada 22 Maret 2017, pk 07 10 27 WITA, dengankekuatan M = 6,4 SR pusat genpa pada : 8,88 LS – 115,24 BT, sekitar 23 km tenggara Denpasar. Pada kedalaman 117 km. Getaran gempa ini terasakan dari Lombok, Bali Selatan sampai Malang,  pada kisaran III – IV  Skala MMI;3). Pada 6 April 2017, pk 13 44 12 WITA. Gempa dengan kekuatan M=4,4 SR dengan pusat gempabumi pada 9,26 LS – 115,49 BT pada kedalaman 76 km. Posisi ini sekitaran 59 km barat daya Kelungkung. Dirasakan II – III Skala MMI.
Bila kita perhatikan ketiga gempa itu merupakan gempabumi yang berpusat di laut selatan Bali. Ini menunjukkan bahwa daerah Bali yang masi eksis sebagai daerah yang rawan terhadap ancaman gempabumi, dari daerah sumber gempa yang kita kenal sebagai zone subdaksi pertemuan antara lempeng tektonik Indo-Australia yang menyusup sebagai lempeng samudera, kebawah lempeng tektonik Eurasia sebagai lempeng kontinen.
Kejadian ini sangat menarik bila dilihat dari perkembangan seismisitas daerah sepanjang selatan Jatim – Sumbawa. Apakah kondisi ini membahayakan ataukah menguntungkan Bali dari segi dampak gempabumi yang mungkin terjadi di daerah ini, mengingat di sepanjang daerah ini mempunyai sejarah kegempaan yang unik, pernah terjadi gempa besar dan juga pernah terjadi gempa disertai tsunami: gempa Sumbawa dan Gempa Banyuwangi.
DAERAH SENYAP SEISMIK
Para seismolog sudah sejak lama memperhatikan daerah aktip gempabumi sepanjang selatan Jawa Timur – Sumbawa. Karena didaerah ini sudah cukup lama lebih dari 25 tahun setelah gempa dan tsunami Banyuwangi belum pernah terjadi gempabumi besar, sehingga daerah ini ditandai dengan daerah ‘seismic gap’ atau daerah senyap seismic. Beberapa teori menengarai untuk daerah yang demikian terjadi penumpukan energi gempa di daerah tersebut yang akan siap di lepas di kemudian hari. Semakin lama senyap seismic ini secara teoritis akan semakin lama menumpuk energi sehingga energi gempa yang diperkirakan akan terjadi akan semakin besar.
Daerah yang demikian bisa kita lihat pada peta seismisitas merupakan daerah yang kosong dengan pusat gempa. Dengan seringnya terjadi gempabumi khususnya pada segmen selatan Bali, dari teori akumulasi energi sangat menguntungkan. Karena energi yang terkumpul dilepaskan secara perlahan, waktu demi waktu yang menjadikan akumulasi energinya tidak mencapai tinggi sekali.
Sehingga daerah Bali sebenarnya diuntungkan dengan seringnya gempa yang terasakan masyarakat, yang menunjukkan daerah senyap seismic telah menunjukkan aktifitasnya, dan melepas energi dengan mencicil.
Bila memperhatikan kekuatan gempa yang terjadi antara 2,5=<M=< 6,4 Skala Richter menunjukkan bahwa akibat penumpukan energi di daerah pusat gempa telah terjadi retakan-retakan batuan kulit bumi. Semakin banyak retakannya akan semakin sering melepas energi dengan energi yang sangat variatif. Konversi energi ini kita kenal dalam informasi gempabumi sebagai kekuatan atau magnitude gempa yang diberi satuan Skala Richter.
Demikian juga kedalaman gempabumi yang terjadi terlihat bervariasi antara 25km =<h=<117 km menunjukkan bahwa akumulasi energi terjadi tidak pada suatu volum batuan yang focus, tetapi terjadi pada volum yang sangat luas, sehingga energi yang terakumulasi dapat dikatakan tidaklah terpusat pada satu volum yang focus sehingga akumulasi yang tinggi nergi gempa itu terhindari terjadi.
Kejadian ini memberikan indicator kepada kita bahwa penumpukan energi terjadi secara menyebar sehingg gempabumi yang dikhawatirkan para pakar dapat terjadi antara M = 7 – 8 SR semakin kecil kemungkinan terjadinya.
CIRI GEMPA MENENGAH
Mungkin banyak dari sidang pembaca yang mempertanyakan kenapa gempa yang ke 2 di atas dapat mengguncangkan daerah yang sangat luas, dari Lombok hingg Malang dan sepanjang pantai selatan Bali, sama dengan pertanyaan beberapa teman penulis. Hal ini terjadi karena pusat gempa dari gempa yang kedua relative lebih dalam, masuk kategori gempa dengan kedalaman menengah. Getaran gelombang gempa yang biasa disebut dengan gelombang seismic mempunyai sifat semakin dalam pusat kejadiannya, dia akan memiliki sifat penetrasi yang lebih luas, dan energi gelombang badannya menjadi lebih besar dibadingkan dengan gempa dangkal.
Ingat gempabumi yang terjadi di pantai utara Inramayu dengan kedalaman lebih dari 600 km, walau kekuatannya seperti gempa yang kedaua diatas, getarannya dirasakan dampai kota-kota : sepanjang pantura Jawa, Batam, Singapura dan Kualalumpur di barat dan sampai dirasaraskan di Denpasar dan Mataram di sebelah timur.
Gempa dengan kedalaman dalam memang mengguncang dan dirasakan getarannya sampai jarak yang kauh, tapi tingkat pengrusakannya kecil. Beda dengan gempa dangkal yang getarannya umumnya dirasakan di daerah yang tidak begitu luas akan tetapi sifatnya sangat merusak.
Semakin banyak pertanyan dari masyarakat, dan semakin banyaknya masyarakat melaporkan merasakan gempabumi (walau kekuatannya kecil, seperti gempa 6 April 2017 ini, menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya masyarakat Bali mempunyai kesiap siagaan yang tinggi terhadap bencana gempabumi. Ini perlu di jaga dan dipupuk selalu, karena kita hidup di daerah yang rawan terhadap gempabumi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: gempabumi yang dirasakan sering terjadi oleh masyarakat merupakan akhir dari periode senyap seismic. Seringnya gempa terjadi mengindikasikan bahwa energi gempa di daerah ini di lepas perlahan, tidak terfokus suatu tempat terlihat dari posisi pusat gempanya. Semuanya merupakan kondisi yang menguntungkan ditinjau dari proses pelepasan energi gempabumi.
Penulis : Dosen pada Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Tangsel.

Telah dimuat di Bali Post, 17 April 2017, pada Opini hal.6


0 comments:

Posting Komentar