Sabtu, 13 Desember 2014

Longsor Banjarnegara 2014



“KOLABIRASI HUJAN, GAYA TEKTONIK DAN VOLKANIK PADA LONSGOR JEMBLUNG BANJARNEGARA”

Oleh : I Putu Pudja

Salah satu lokasi longsor Banjarnegara (www.google.com)
Berita duka kembali datang dari Banjarnegara, 30 KK dikabarkan terkena bencana alam tanah longsor dengan total penduduk sekitar 300 orang. Bencana alam ini menimpa Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, dengan waktu kejadian 12 Desember 2014, sekitar pk. 18 WIB. Bencana alam ini merupakan perulangan bencana yang sama delapan tahun yang lalu. Hanya bergeser posisi beberapa kilometer saja. Kejadian sebelumnya menelan korban Sembilan puluh tiga orang, sehingga diduga bencana kali ini sangat mungkin berjumlah lebih besar.
Kejadian ini terjadi setelah daerah bencana memasuki musim hujan, dimana sebelumnya telah mengalami musim kemarau yang sangat panas dan relative panjang. Ada dugaan bahwa proses tektonik dan volkanik yang sedang berlangsung belakangan ini memegang peran sangat penting bila ditinjau dari teknologi kebumian.
Jawa Tengah –( disini dimaksuda Jawa Tengah adalah Propinsi Jawa Tengah dan DIY) =dikenal sangat aktip secara tektonik belakangan ini, yang ditunjukkan oleh peningkatan seismisitas di daerah ini. Sangat banyak kita ikuti terjadi gempa yang dirasakan goncangannua dibroadcast oleh system otomatis InaTEWS berpusat sepanjang selatan Jawa Tengah, sejak selatan Majenang sampai Selatan Gunung Kidul. Demikian pula kita ikuti beberapa gempabumi menimbulkan kerusakan seperti Gempabumi yang merusak di Kebumen, gempabumi Yogyakarta yang menombulkan kerusakan sangat hebat itu, gempabumi yang menimbulkan tsunami di Pangandaran.
Saking intensnya gaya tektonik yang bekerja pada pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia di bagian Jawa Tengah ini menjadikan proses kompressi yang kuat yang memicu beberapa gunung api di daerah ini aktip. Kita ikuti Letusan Merapi yang terjadi setelah gempa  Yogyakarta menjadi semakin meningkat. Bahkan aktipitas Lumur Sidoardjo ada yang mengaitkannya dengan aktifitas ini, walau masih ada suara yang pro dan kontra sampai saat ini. Belakangan peningkatan aktipitas Gunung Slamet dan Merbabu juga diduga berhubungan dengan intensnya gaya tektonik yang bekerja di segemen zoba subdaksi pertemuan kedua lempeng tektonik di atas.
Peningkatan proses tektonik yang memicu aktipitas volkanik rupanya relah mendeformasi lapisan kulitbumi di daerah ini. Goncangan gempabumi yang sering terjadi semakin menambah deformasi yang tejadi dan menurnkan daya koghesif lapisan kulitbumi di daerah ini beserta menambah cacat-cacat krak yang terjadi. Proses ini diperkuat lagi dengan adanya penekanan oleh fluida baik gas maupun magma karena aktifitas volkanik, semakin memperlemah daya sementasi dan memperlebar krak yang terjadi karena adanya dorongan vertical ke atas.
Di musim hujan yang meningkat seperti saat ini, maka massa air hujan akan mengintrusi masuk kedalam melalui pori maupun retakan yang sudah terjadi karena deformasi proses fisis tektonik dan volkanik yang sangat intens di daerah ini. Masuknya air kelapisan yanah – kulitbumi- akan membuat semakin berat massa lapisan. Dan menurunkan gaya friksi antar lapisan dan menurunkan kohesif material dalam lapisan terutama lapisan atas.
Lapisan teratas umumnya di daerah ini  berupa lempung, atau debu tufaan yang sudah mengendap akan sangat mudah menyerap air, sehingga massa nya segera bertambah. Bila lapisan itu ada di daerah kemiringan dan lapisannya agak tebal, maka massa lapisan akan cepat berubah, pada kondisi menurunnya gaya friksi antar lapis dan menurunnya kohesifitas, menyebabkan sangat mudah terpicu terjadinya longsoran. Bahkan tiupan angina yang cukup kecepatannya pada saat hujan akan mudah memicu longsoran ini.
Menurunnya kogesifitas karena terserapnya air hujan kedalam lapisan batuan –baca tanah- teratas yang sebelumnya kering karena kemarau dan menurunnya sementasi karena aliran liar massa air pada bidang antar lapisan yang sudah terganggu cementasinya sejak terdeformasi karena gaya tektobik dan volkanik yang bekerja padanya sebagai blok lempeng yang tertekan. Kecepatan dorongan lempeng Indo-Australia kea rah tepian lempeng Eurasia di daerah selayan Jawa sekitar 5-7 cm pertahun.
Mengingat luasnya daerah yang terdeformasi, memiliki kondisi yang serupa dengan daerah longsor di Jemblung, Banjarnegara, maka akan sangat mungkin kejadian serupa terjadi didaerah lain di Jawa Tengah dalam musim penghujan ini. Untuk itu kewaspadaan masyarakat perlu dibangun. BPBD perlu memberikan pencerahan kepada masyarakat di daerah yang rentan bencana longsor ini sesegera mungkin, termasuk memberikan pendidikan untuk mengenali ciri-ciri purwa longsor, arah pengungsian termasuk tempay pengungsian yang aman mereka gunakan.
Mumpung masih ada waktu kecepatan BPBD untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat sangat diperlukan, jadi tidak hanya menangani bencana akan tetapi perlu adaptasi disamping mitigasi dalam kurun waktu yang lebih lama lagi.
===
Puri Gading, 13 Desember 2014

0 comments:

Posting Komentar