“KOLABIRASI HUJAN, GAYA TEKTONIK DAN VOLKANIK PADA LONSGOR JEMBLUNG
BANJARNEGARA”
Oleh : I Putu Pudja
![]() |
Salah satu lokasi longsor Banjarnegara (www.google.com) |
Berita duka kembali datang dari
Banjarnegara, 30 KK dikabarkan terkena bencana alam tanah longsor dengan total
penduduk sekitar 300 orang. Bencana alam ini menimpa Dusun Jemblung, Desa
Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, dengan waktu kejadian
12 Desember 2014, sekitar pk. 18 WIB. Bencana alam ini merupakan perulangan
bencana yang sama delapan tahun yang lalu. Hanya bergeser posisi beberapa
kilometer saja. Kejadian sebelumnya menelan korban Sembilan puluh tiga orang,
sehingga diduga bencana kali ini sangat mungkin berjumlah lebih besar.
Kejadian ini terjadi setelah
daerah bencana memasuki musim hujan, dimana sebelumnya telah mengalami musim
kemarau yang sangat panas dan relative panjang. Ada dugaan bahwa proses
tektonik dan volkanik yang sedang berlangsung belakangan ini memegang peran sangat
penting bila ditinjau dari teknologi kebumian.
Jawa Tengah –( disini dimaksuda
Jawa Tengah adalah Propinsi Jawa Tengah dan DIY) =dikenal sangat aktip secara
tektonik belakangan ini, yang ditunjukkan oleh peningkatan seismisitas di
daerah ini. Sangat banyak kita ikuti terjadi gempa yang dirasakan goncangannua
dibroadcast oleh system otomatis InaTEWS berpusat sepanjang selatan Jawa
Tengah, sejak selatan Majenang sampai Selatan Gunung Kidul. Demikian pula kita
ikuti beberapa gempabumi menimbulkan kerusakan seperti Gempabumi yang merusak
di Kebumen, gempabumi Yogyakarta yang menombulkan kerusakan sangat hebat itu, gempabumi
yang menimbulkan tsunami di Pangandaran.
Saking intensnya gaya tektonik
yang bekerja pada pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia di
bagian Jawa Tengah ini menjadikan proses kompressi yang kuat yang memicu
beberapa gunung api di daerah ini aktip. Kita ikuti Letusan Merapi yang terjadi
setelah gempa Yogyakarta menjadi semakin
meningkat. Bahkan aktipitas Lumur Sidoardjo ada yang mengaitkannya dengan
aktifitas ini, walau masih ada suara yang pro dan kontra sampai saat ini.
Belakangan peningkatan aktipitas Gunung Slamet dan Merbabu juga diduga
berhubungan dengan intensnya gaya tektonik yang bekerja di segemen zoba
subdaksi pertemuan kedua lempeng tektonik di atas.
Peningkatan proses tektonik yang
memicu aktipitas volkanik rupanya relah mendeformasi lapisan kulitbumi di
daerah ini. Goncangan gempabumi yang sering terjadi semakin menambah deformasi
yang tejadi dan menurnkan daya koghesif lapisan kulitbumi di daerah ini beserta
menambah cacat-cacat krak yang terjadi. Proses ini diperkuat lagi dengan adanya
penekanan oleh fluida baik gas maupun magma karena aktifitas volkanik, semakin
memperlemah daya sementasi dan memperlebar krak yang terjadi karena adanya
dorongan vertical ke atas.
Di musim hujan yang meningkat
seperti saat ini, maka massa air hujan akan mengintrusi masuk kedalam melalui
pori maupun retakan yang sudah terjadi karena deformasi proses fisis tektonik
dan volkanik yang sangat intens di daerah ini. Masuknya air kelapisan yanah –
kulitbumi- akan membuat semakin berat massa lapisan. Dan menurunkan gaya friksi
antar lapisan dan menurunkan kohesif material dalam lapisan terutama lapisan
atas.
Lapisan teratas umumnya di daerah
ini berupa lempung, atau debu tufaan
yang sudah mengendap akan sangat mudah menyerap air, sehingga massa nya segera
bertambah. Bila lapisan itu ada di daerah kemiringan dan lapisannya agak tebal,
maka massa lapisan akan cepat berubah, pada kondisi menurunnya gaya friksi
antar lapis dan menurunnya kohesifitas, menyebabkan sangat mudah terpicu
terjadinya longsoran. Bahkan tiupan angina yang cukup kecepatannya pada saat
hujan akan mudah memicu longsoran ini.
Menurunnya kogesifitas karena
terserapnya air hujan kedalam lapisan batuan –baca tanah- teratas yang
sebelumnya kering karena kemarau dan menurunnya sementasi karena aliran liar
massa air pada bidang antar lapisan yang sudah terganggu cementasinya sejak
terdeformasi karena gaya tektobik dan volkanik yang bekerja padanya sebagai
blok lempeng yang tertekan. Kecepatan dorongan lempeng Indo-Australia kea rah tepian
lempeng Eurasia di daerah selayan Jawa sekitar 5-7 cm pertahun.
Mengingat luasnya daerah yang
terdeformasi, memiliki kondisi yang serupa dengan daerah longsor di Jemblung,
Banjarnegara, maka akan sangat mungkin kejadian serupa terjadi didaerah lain di
Jawa Tengah dalam musim penghujan ini. Untuk itu kewaspadaan masyarakat perlu
dibangun. BPBD perlu memberikan pencerahan kepada masyarakat di daerah yang
rentan bencana longsor ini sesegera mungkin, termasuk memberikan pendidikan
untuk mengenali ciri-ciri purwa longsor, arah pengungsian termasuk tempay
pengungsian yang aman mereka gunakan.
Mumpung masih ada waktu kecepatan
BPBD untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat sangat diperlukan, jadi
tidak hanya menangani bencana akan tetapi perlu adaptasi disamping mitigasi
dalam kurun waktu yang lebih lama lagi.
===
Puri Gading, 13 Desember 2014
0 comments:
Posting Komentar