Masalah Kabut asap Jambi-Riau:
“KONDISI
METEOROLOGIS-GEOGRAFIS MENDUKUNG KEBAKARAN”
Oleh : I Putu Pudja
Kabut Asap Turunkan Jarak Pandang |
Kabut asap membuat semakin runyam
masalahnya karena sampai menyebar kenegara tetangga Singapura dan Malaysia.
Kedua negara itu menawarkan bantuan memadamkan kebakaran hutan dan lahan yang
terjadi. Walau pada awalnya pemerintah Indonesia ingin memadamkan sendiri,
namun belakangan karena kesulitan dalam memadamkannya, akhirnya menerima
bantuan negara-negara tetangga bukan saja Singapura dan Malaysia, tetapi
negara-negara yang mempunyai mperhatian terhadap kebakaran hutan dan lahan ini.
Dalam pemadalam kebakaran ini hampir semua unsur SAR dilibatkan. TNI dilaporkan
juga terlibat pembuatan kanal-kanal permanen untuk memadamkan api di kedalaman
gambut.
Secara historis memang daerah Jambi
dan Riau mengalami hampir setiap tahun bencana ini, akan tetapi kualitas
pencemaran kabut asap tahun ini dirasakan lebih parah dari tahun-tahun
sebelumnya. Sehingga timbul pertanyaan Mengapa daerah Jambi dan Riau selalu
mengalami kebakaran lahan dan hutan hampir setiap tahun.
Penulis akan mengajak siding pembaca
melihat Kondisi meteorologis-geografis daerah ini, yang menyebabkannya relative
lebih rawan kebakaran hutan dan lahan dibandingkan daerah lainnya yang juga
pernah mengalaminya, yang sama-sama merupakan lahan gambut dan sedang gencar
dikembangkan.
POSISI GEOGRAFIS
Dalam peta kita lihat kedua daerah
tersebut beada di daerah katulistiwa, yang sebelah timur laut berhadapan dengan
perairan Laut Cina Selatan-Selat Malaka, dan disebelah barat daya dibentengi oleh
Bukir Barisan. Laut China Selatan dikenal dengan laut yang memasok uap air di
Indonesia barat. Uap air ini secara teoritis juga seharusnya akan membuat hujan
di daerah ini.
Seharusnya daerah Jambi dan Riau
merupakan daerah yang kaya air, karena berhadapan langsung dengan Laut China
Selatan yang dikenal mempunyai pasang surut diurnal yang sangat ekstrim,
sehingga sering masuk ke sungai-sungai besar yang ada di kedua daerah ini.
Minimal akan menghambat aliran air sungai saat pasang, dan akan melimpas ke DAS
menggenangi gambut membuatnya basah, sehingga lebih sulit terbakar.
Pada kenyataannya malah kesulitan
dihadapi dalam memadamkan api di daerah ini selama kebakaran hutan dan lahan.
Jangan-jangan malah api tak pernah padam karena air tidak dapat mencapainya,
baik secara alami mapun dengan air saat pemadaman.
Secara geografis posisi di
khatulistiwa daerah ini dipengaruhi oleh gaya coriolis dan Boys Ballot akibat
rotas bumi. Secara umu angina yang melintas khatulistiwa akan mengalami
pembelokan, yang datang dari utara akan membelok kea rah tenggara, dan yang
datang dari selatan akan membelok kearah timur laut.
Kedaua proses angin yang melintas
daerah Jambi dan Riau ini akibat posisi geografis, secara meteorologis sangat
‘merugikan’ daerah tersebut. Terlebih adanya Bukit Barisan yang membentenginya
dari dampak angina dari Samudera Hindia yang kaya uap air, karena sifat
orografis hujan akan turun dilereng barat, Riau-dan jambi ada di daerah
bayangan hujan.
KONDISI METEOROLOGIS
Dampak dari apa yang diutarakan pada
dampak Posisi Geografis daerah Riau dan jambi menjadikan kedua daerah dirugikan
secara meteorologis. Angin yang kaya uap air yang datang dari utara tidak
sempat mengendap di atmosfer diatas daerah ini, karena dia akan segera
dibelokkan oleh efek Boys Ballot.
Hasil penelitian yang dilakukan
Puslibang BMKG maupun penelitian Prof Chang pakar meteorology tropis, menemukan
bahwa di daerah khatulistiwa Laut China Selatan sangat sering terjadi vortek,
yang membuat pusaran angina, menyebabkan angina lebih laju tertarik ke daratan
katulistiwa Kalimantan.
Pusaran angina vortek dengan kelajuan
dominan ini menarik secara spontasn uapaa air yang melintas di atas Jambi dan
Riau segera kembali melintasi Laut China Selatan menuju Kalimantan. Hanya dalam
pasang harian Laut China Selatan dampaknya menjadi pasang surut lebih ekstrim
di daerah ini.
Udara diatas Jambi dan Riau akan
menjadi relative selalu kering, baik dalam periode penghujan maupun periode kemarau. Demikian pula kemarau seakan
bergerak dari Riau-Jambi kemudian baru ke Kalimantan. Demikian pula dengan
kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan bencana kabut asap kita ikuti
Jambi dan Riau duluan mengalaminya baru kemudian Kalimantan. Seakan membenarkan
apa yang diekmukanan Prof Chang dan hasil temuan Puslitbang BMKG.
Benteng Bukit barisan yang memaksa
udara kaya uap air Samudera Hindia naik perlahan menaiki lereng barat dan
menurunkan hujan orografis disana, sedangakn Riau dan jambi tetap mengalami
angina turun bukit yang bersifat panas, yang sering disebut angina turun panas.
Angin jenis ini juga melanda perkebunan tembakau di Deli, yang dikenal dengan
angina Bahorok. Cuma kondisi Deli yang lebih di utara mengakibatkannya tidak
mengamami kekeringan separah Jambi Riau.
Angin turun panas di Riau dan jambi
ini akan membuat penuapan lahan menjadi lebih agresif, dan terjadi hampir
sepanjang tahun. Setengah tahun akibat angin turun panas, setengah tahun akibat
angin utara dari Laut China Selatan yang tertarik deras ke daratan Kalimantan.
Pada perinsipnya Riau dan Jambi akan menjadi relative kering dengan kelembaban
udara yang rendah, disamping mengurangi hujan juga membuat semakin kering lahan
sehingga mudah terbakar, atau menghidupkan kembali kebakaran yang tak pernah
padam pada gambut di kedalaman.
Dengan posisi geografis daerah ini,
menyebabkan kondisi meteorologis setempat menjadi menunjang proses kebakaran
hutan. Ini berlangsung sepanjang masa, menyebabkan Jambi Riau kebakaran setiap
tahu. Upaya yang didapat dilakukan tentu harus disesuaikan dengan peneyebabnya.
Dikaitkan dengan pasang naik karena
sifat pasang surut Laut China Selatan, secara alami dapat digunakan sebagai
pemasok air ke kanal-kanal yang dibuat TNI secara permanen di daerah gambut,
pengalirannya dapat dipakukan alami atau pompanisasi. Untuk jangka panjang akan
membuat humus yang meningkatkan kelembaban dan mempersulit proses kebakaran
hutan dan lahan.
SIMPULAN
Dari tinjauan terhadap posisi
geografis dan kondisi meteorologis, maka keduanya menyebabkan daerah Jambi dan
Riau semakin kering atau rendah kelembabannya, disamping mempersulit proses
hujan juga akan memudahkan proses kebakaran. Angin turun panas dari barat dan
pusaran angina akibat vortek Laut China Selatan membuat angin yang terkena efek
pembelokan menjadi semakin kering dan kurang menurnkan hujan di daerah ini.
Kondisi ini mengakibatkan kebakaran
hutan dan lahan di daerah ini sulit dipadamkan, bahkan secara teoritis bisa
saja tidak pernah padam tuntas karena menyisakan bara di gambut kedalaman yang
siap membesar kembali bila kondisi alami kebakaran terpenuhi, dengan tanpa ada
api sebagai awal kebakaran baru.
Karena semua ini terjadi
secara alami, maka upaya TNI membuat kanalisasi pemadaman di daerah ini
merupakan langkah yang tepat. Pengaliran air dapat menggunakan sifat pasang
ekstrim Laut China Selatan yang meninggikan permukaan air sungai yang
kebanyakan landau di daerah ini. Minimal di daerah ini air sungai akan sangat
mudah, tinggal memikirkan bagaimana cara pengalirannya ke kanal, apakah secara
alami atau pompanisasi. Sehingga upaya jangka panjang untuk menyiasati kelakuan
alam di daerah ini dapat dilakukan, dampak kabut asap kebaran hutan dan lahan
dapat ditekan.
Penulis: Lektor Kepala, Dosen Sekolah
Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.
0 comments:
Posting Komentar