Kamis, 23 April 2015

Dosen dan STMKG



“LIKA-LIKU DOSEN”


Muridku Gagah Seperti Akabri (Foto saat wisuda)



Cerita Satu.
Baru beberapa tahun yang lalu kami membantu mengambilkan SK penyesuaian Pak Arya ke BAKN (sekarang BKN) , suami adik sepupuku yang jadi Guru SMP di kampung. Saat pulang kampung kemaren kami ketemu, sempat ngobrol di pojokan sebuah acara adat, sambil menunggu acara dimulai kamipun berbincang.
Aku          : Dik Arya, sekarang masih ngajar di SMP?
Arya       :  Masih Bli, tapi sekarang ngajarnya di SMA, kebetulan SMA membutuhkan guru bidang studi yang saya kuasai,
Aku        : Wah tinggi dong pangkat kamu sekarang yo ?
Arya       : Yah sudah Golongan IV b Bli, tapi pohonya tinggi buahnya jarang.
Aku        : Apa maksudanya pohonnya tinggi buahnya jarang, seperti lagu Ondel-Ondel saja.
Dan kamipun tertawa berderai bersama. Dia menjelaskan bahwa pohonnya tinggi buahnya jarang, maksudnya guru kan pangkatnya tinggi gajinya kurang. Beda dengan PNS yang lain. Itu katanya menjelaskan kepada kami yang ada disekitarnya.
Terus aku katakan tidak boleh menakar penghasilan orang lain, siapa tahu dia malah lebih susah dari kita. Nikmati saja apa yang menjadi milik kita sebagai penghasilan yang kita peroleh dari melaksanakan tugas dengan baik. Masalah besaran gaji sudah ada yang menghitung.
Disini dapat kita lihat bahwa betapa cepatnya kenaikan pangkat seorang pendidik sampai ke tingkat pangkat tertentu. Hal itu juga tidak mereka syukuri tetapi masih mengeluh dengan masalah gaji. Apa iyasih gaji guru demikian?. Kayanya peraturannya tidak jauh berbeda dengan pegawai negeri sipil lainnya.

Cerita Dua.
Dua tahun terakhir ini, aku menjadi tenaga fungsional dosen, menghilang dari manajemen praktis organisasi yang telah kami geluti sejak tahu 1987, sejak pertama kali aku terjun ke jabatan struktural. Di kampus teman-teman dosenku ramai bercerita tentang: sertifikasi dosen, uang tunjangan sertifikasi. Walau sebagian besar mereka dibayar bukan karena kinerjanya lebih banyak hanya karena kehadirannya. Bagaimana bisa seorang dosen telah bersertifikasi tidak punya tugas atau kewajiban mengajar di kelas tiap bulan menerima tunjangan sertifikasi, dan menerima tunjangan kinerja, hanya karena rajin absen. Bahkan kulirik absennya datang pk 05 15 pulang diatas pk  16 00, tapi jarang kulihat di ruang dosen. Tunjangan lancar.......... mau dibawa kemana pendidikan kita kalau begini.
Karena menjadi dosen aku mempunyai waktu agak longgar karena kewajibanku mengajar 12 sks aku selesaikan dalam dua hari, kebetulan mata kuliahnya sama yang merupakan mata kuliah yang telah sering aku ampu sejak 1980 an. Aku mempunyai waktu agak lowong. Dalam satu kesempatan aku bertemu adikku Made yang sudah cukup lama menjadi dosen di UNJ dulu IKIP Jakarta. Karena aku awam dengan sertifikasi kutanya kepadanya. Apakah ia sudah sertifikasi?. Hehehe ternyata jawabnya.. bahwa ia sudah ikut sertifikasi kloter pertama. Jadi sudah cukup lama menerima tunjangan sertifikasi.
Pantesan kamu tenang saja de, sudah terima sertifikasi tho... kataku. Lumayanlah jawabnya. Dari cerita ini terlihat bahwa tunjangan sertifikasi yang diterima para pendidik –baca dosen dan guru- sangat membantu keseharian dan kebutuhan guru sehingga dia dapat melaksanakan tugas dengan baik. Disini memang sangat tergantung pada pribadinya, apakah memang dia mempunyai jiwa pendidik atau cuman mencari pekerjaan.
Mungkin tidak semua yang mau mencari kerja atau PNS dapat menjadi dosen. Dalam rekruitmennya mungkin sangat diperlukan test atau uji psikologis yang tepat untuk mencari pendidik yang pas. Karena banyak instansi menugaskan semua pegawai yang berpendidikan S3 untuk menjadi dosen. Apa semuanya memang berbakat...... dan mampu mentransfer ilmunya kepada anak didik?

Cerita Tiga.
Aku pergi kekota untuk mencari kaset lagu-lagu daerah kesenanganku, ke toko langganan selama ini. Disana aku ketemu seorang teman saat SMA sekelas lagi umurnya lebih tua sedikit dariku, sama sama mencari kaset, kucolek dia dia menoleh, Eh gung –panggilan orang yang lebih tua kepada yang lebih muda di Bali- dia menyapa, nyari apa?. Kujawab saya nyari kaset lagu yang baru. Aku takut lupa dengan Bahasa Bali jawabku. Lagu kugunakan untuk lebih mengasah dan mengingat bahasa Bali.
Dalam perbincangan itu temanku menceritakan dirinya baru saja pulang dari Luar Negeri meneruskan pascasarjananya. Kudengar dari muridku yang melanjutkan di tempat dia menjadi doden memang temanku ini seorang dosen ‘killer’ didak bisa kompromi, dan sangat kaku dalam berdikusi. Tiba tiba dia menyampaikan kepadaku...... Kamu golongan berapa sekarang, aku sudah golongan IIIC katanya. Wah aku mikir kalau kujawab dengan jujur kutakut temanku merasa minder, kalau kujawab bohong kok bukan sifatku. Aku menjawbanya dengan jujur. Kukatakan bahwa aku masih bekerja di tempat yang dulu, aku selama hampir sepuluh tahuan ini ditugaskan di Papua. Aku baru golongan IV b -saat ku berjumpa dengannya-.
Kaset yang kucari diberikan oleh penjaga toko, terus aku menoleh temanku. Lho kok sudah nggak ada, dia pergi tanpa pamit rupanya. Benar firasatku dia tidak suka kalau teman juniornya pangkatnya lebih tinggi, Wah......................... ternyata.
Disini dapat aku petik bahwa pendidikan, pangkat itu masih merupakan kebanggaan, bukan kompetensinya yang dilihat. Temanku mungkin meras minder pangkatnya denganku..... padahal tugas di Papua seperti aku saat itu tidak semua orang mau.

Catatan Empat.
Jumat pagi aku membaca koran Kompas langgananku walau ngecer belinya. Disana aku baca sebuah tulisan yang mengatakan bahwa jabatan Rektor –( tulisan yang terkait dengan mantan rektor Undip Semarang)  itu adalah jabatan untuk menakut nakuti, katanya.... Itu dikaitkan dengan banyak larangan yang ditulis disekitar rektorat yang ditulis atau dipajang atas nama rektor, padahal menurut rekornya beliaupun nggak tahu tentang ide penulisan itu.
Dikatakan juga oleh mantan rektor Undip itu bahwa rektor itu orang kesepian. Itu beliau katakan terkait dengan kesendirian beliah saat bersepeda dari kediaman ke kampus. Padahal menurut pegawai pemda yang beliau jumpai saat bersepeda dan sempat berbincang, kalau bupati, walikota, ataupun gubernur maupun muspida lainnya, kalau bersepeda pasti diikuti olhe banyak orang, dibelakangnya..... Akh kasihan memang Pak Rektor kesepian.
Jadi kalau disini terlihat bahwa kata rektor –baca jabatan rektor- sering digunakan untuk menakut nakuti orang yang kegiatannya mengganggu; jabatan rektor, menjadikan rektornya kesepian tidak seperti jabatan di pemerintahan lainnya. Rektor juga manusia........ bisa kesepian, dan geli jabatannya digunakan untuk menakuti orang... hehehe baca wong cilik.
==
Berbagai keluhan seperti diurai sebelumnya menunjukan bahwa seorang pengajar, pendidik, dosen atau guru ternyata seperti lagu saja dia juga ‘manusia’ kaya dengan keluhan versinya masing masing, kaya dengan kebahagiaan masing-masing bagaimana dia menyikapinya.
Aku pernah ditanya oleh muridku, sebuah pertanyaan yang tak kuduga mereka lontarkan sebagai berikut :”Pak Putu, apa kebahagian yang paling bapak rasakan sebagai seorang dosen?”
Hahahaha susah aku menjawabnya. Aku sampaikan kepadanya bahwa aku baru beberapa bulan belakangan ini resmi menjadi dosen resmi, tetapi sebagai dosen luar biasa sejak aku tamat Akademi tahun 1978, ternyata untuk menjawabnya aku minta merenung sebentar sambil melanjutkan pelajaran dulu.
Saat jeda dan mereka merangkum dan mencatat apa yang telah aku uraikan dan jelaskan saat itu, lalu aku minta mereka berhenti sejenak menulis, ku katakan ke mereka di kelas, jawaban dari pertanyaan muridku, katanya dia anak pasangan suami istri yang keduanya sebagai guru di kampung.
Jawabanku :”Kebahagiaanku sebagai guru atau dosen adalah ketika melihat muridku yang tidak bisa menjadi bisa, atau –maaf kutakakan kemereka- atau melihat muridku yang awalnya ‘bodoh’ menjadi pandai”.
Aku tak tahu apa mereka setuju apa tidak, tapi kulihat mereka manggut manggut. Beberapa bulan setelah itu, setelah libur semester anak tersebut mendatangiku saat lagi rehat. Seperti biasa dia ucapkan salam dan menyalamiku, dengan jabat tangan sambil mencium tangakku. Dia memberikan konfirmasi bahwa apa yang menjadi jawaban ku saat dia bertanya, merupakan jawaban yang sama ketika dia tanyakan kepada ke dua orang tuanya. Aku tahu bahwa mereka baru saja kembali dari liburan semester di kampung.......................
Oh guru sungguh besar pengabdianmu
Oh guru penuntun ilmu.......................

0 comments:

Posting Komentar