“PUTING BELIUNG ,’TORNADO MINI’ MENERJANG BALI”
Oleh : I Putu Pudja
Rabu, 11 Desember 2013, merupakan
suatu hari yang sangat istimewa, karena tanggal, bulan dan tahun merupakan
serian attrick, 11-12-13, sehingga banyak yang menjadikannya sebagai Hari Pernikahan,
atau dipilih untuk melahirkan bayinya bagi seorang ibu walau dengan cara
Caesar. Namun untuk Pulau Dewata hari itu menjadi lebih ‘istimewa’ karena
anggkanya menjadi quadrick 11-12-13 pk. 14, sebagian wilayah Denpasar mengalami
terjangan angin putting beliung, atau mini tornado yang secara local memporak
porandakan daerah yang dilaluinya.
Bali Post mewartakan (12/12)
bahwa putting beliung tersebut menerjang dua Banjar, yaitu Banjar Dukuh, Pesirahan dan Banjar Ambengan di Denpasar
Selatan. Dilaporkan bahwa 174 rumah
mengalami kerusakan terutama pada atap yang beterbangan dibawa angin, dengan
rincian 88 rumah di Banjar Dukuh Pesirahan, dan 86 rumah di Banjar Ambengan.
Dilaporkan juga dua orang terluka karena terkena timpaan pecahan genteng, sebuah
TK atapnya hancur, serta beberapa pepohonan tumbang.
Dalam skala lokal puting beliung
ini, telah dengan dahsyatnya memporak porandakan atap perumahan penduduk,
beberapa pelinggih dan menumbangkan pepohonan. Yang menyebabkan kerusakan
semakin parah adalah kecepatan angin yang memutar. Kejadianya umumnya bersamaan
dengan hujan lebat. Untuk mengetahui lebih jauh tentang putting beling
atau tornado mini ini, penulis mencoba mengajak siding pembaca
meninjaunya dari segi fisis putting beliung, serta kemungkinan memonitornya
dengan alat modern sehingga diketahui peluang untuk memprediksinya.
GRADIEN TEKANAN
Secara fisis angin disebabkan
karena adanya aliran udara dari daerah yang bertekanan tinggi, menuju daerah bertekanan rendah. Dengan
bahasa meteorologistnya adanya gradient tekanan dari satu daerah dengan daerah
lainnya. Dalam kasus puting beliung
gradient tekanan itu terjadi melingkari sebuah tekanan rendah. Sehingga aliran
angin datang dari semua penjuru. Mengingat gradient dari masing-masing arah
tidak sama menjadikan vector angin beresultan agak miring, sehingga gerakannya
menjadi memutar.
Udara bertekanan rendah yang
dikelili daerah bertekanan tinggi bisa
tercipta karena belum meratanya pemanasan lapisan atmosfir, dalam masa
pancaroba. Juga dapat terjadi karena kekosongan udara akibat pembentukan awan
Cb (cumulusnimbus) yang berbentuk gumpalan seperti kembang kol, sehingga udara
terangkat secara konvektiv oleh awan Cb. Sedangkan energy putar menjadi lebih
kuat karena adanya pelepasan energy panas latent saat pengembunan udara di awan
Cb, yang berubah menjadi energy mekanik, memperkuat minimal menjadikan semakin
lama putting beliung hidup. Kalau tidak ada awan Cb putting beliung di Denpasar
tak akan selama yang diberitakan, seperti lamanya video putting beliung, yang
diunggah beberapa warga Bali sekitar kejadian ke media sosial.
Menurut Kepala Balai Besar BMKG
Wilayah III, Denpasar setelah me rewind citra radar cuaca yang ada di kantornya
bahwa kecepatan putting beliung itu Cuma 30 km / jam. Memang belum termasuk
kategoti tornado. Cuma putting beliung, dengan sekala loka. Di Bali dikenal
dengan angin ngelinus.
Jadi dapat dikatakan bahwa
tornado yang menyerang Bali hanyalah tornado mini, kelas putting beliung,
pusarannya lebih banyak karena gradient tekanan, dan energy latent pengembunan
awan cb. Karena lokasi Denpasar masih di equqtoe, maka dampak mesin pemutar
tornado dari gaya coriolis belum berperan besar di kasus ini.
RADAR CUACA
Pertumbuhan dan pergerakan awan
disekitar Bali sebenarnya dapat diikuti lewat citra satelit cuaca yang alatnya dipasang
di Kantor Balai Besar BMKG Wilayah III Jl Tuban Raya, Tuban Badung. Dia dapat
mengambil citra sebagian besar awan di atas Bali. Fungsi utamanya pun untuk
pelayanan pumlik, atau meteorology public.
Perkembangan dan pergerakan
citranya akan sangat membantu melihat daerah-daerah yang agresif pertumbuhan
awannya, daerah yang awannya sudah matang akan menjadi hujan, daerah petir,
maupun kecepatan angin, serta daerah yang berpotensi putting beliung.
Namun perlu diketahui bahwa
proses pembentukan putting belung itu sangat cepat, terkadang petugas selalu
kalah cepat dengan kejadiannya. Mungkin saat kejadian putting beliung yang
menerjang kedua banjar diatas, juga termonitor, sehingga kecepatan anginnya
dapat diinformasikan, hanya saja waktu golden
time untuk penyampaian ke masyarakat sangat singkat, sehingga informasi
satelit diketahui setalah kejadian.
Dari citra radar cuaca itu kita
juga dapat mengetahui potensi hujan yang akan jatuh disuatu tempat beberapa jam
kedepan, sehingga dapat digunakan untuk memberikan berita waspada atau awas
kepada masyarakat di daerah potensi itu, sehingga dapat mempersiapkan diri,
dari kemungkinan bencana yang menimpanya terkait dengan curah hujan tinggi,
seperti banjir, tanah longsor, atau sekedar menghindari hujan lebat dan
genangan air di jalanan bagi para pengemudi mobil dan motor.
Secara historis, putting beliung
yang menimpa suatu daerah sering berulang, karena seperti sifat klimatologis
daerah, mengingat dulunya daerah itu tak berpenduduk karena masih kawasan
persawahan atau tegalan, kejadiannya banyak yang melupakannya. Ada baiknya
masyarakat dalam memilih pemukiman juga memperhatikan data klimatologis seperti
terjangan putting beliung ini. Karena ia tidak pernah ingkar janji untuk datang
kembali.
Mengingat
musim hujan di Bali yang datang hampir terambat, ditandai dengan suhu yang
sangat tinggi menjelang hujan, seperti saat sebelum kejadian, suhu udara di
Sanglah terpantau 32,4 derajat Celsius. Sangat memungkinkan udara di atas Bali,
terutama yang padat penduduk dan pemukiman baru, mengalami pemanasan udara yang
tidak homogeny, sehingga sangat potensial menciptakan gradient tekanan pencipta
putting beliung, ditambah hujan sudah mulai datang dengan curah hujan tinggi
yang ditandai dengan pertumbuhan awan Cb, maka masyarakat yang di daerahnya
tumbuh awan Cb lebih baik waspada terhadap kemunculan putting beliung ini.
Penulis : Lektor Kepala, Dosen
Akademi Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Dimuat di Balipost, 14/12/2013
0 comments:
Posting Komentar