Hujan Lebat Guyur Jawa dan Nusa Tenggara, Mengapa?
I Putu Pudja* | Jumat, 17 Januari 2014 - 11:50 WIB
: 135
(dok/antara)
Ilustrasi.
Skenario musim di Indonesia telah lama dibuatkan model, terkait perubahan iklim ini.
Jakarta hampir lumpuh akibat dilanda
banjir karena hujan deras berkepanjangan. Sejak Minggu(12/1), banjir
sudah mulai menggenangi beberapa daerah ibu kota. Sepekan sebelumnya,
daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo juga diberitakan banjir.
Dalam minggu yang sama, beberapa penerbangan ke Bandara Juanda,
Surabaya, sempat dialihkan ke Bandara Ngurah Rai, Bali. Itu karena
hujan deras turun di Surabaya dan sekitarnya sehingga Bandara Juanda
tidak memenuhi persyaratan teknis pendaratan.
Pada periode yang sama dilaporkan Jawa
belahan selatan dilanda hujan deras yang berkepanjangan. Ini
menyebabkan beberapa sungai meluap dan mengakibatkan banjir di
sekitar Prembun, Kebumen dan Bandung. Hujan itu juga menimbulkan
longsor di beberapa daerah, seperti Sukabumi, Garut, dan wilayah
sepanjang Purwokerto-Kebumen.
Terhadap semua kejadian itu timbul
pertanyaan, mengapa Jakarta, begitu juga Jawa, mengalami curah hujan
yang begitu tinggi sehingga menyebabkan banjir yang melumpuhkan ibu
kota? Pertanyaan itu dapat diperluas, mengapa Jawa dan sekitarnya
pada musim hujan ini dilanda hujan deras berkepanjangan?
Perubahan Iklim
Salah satu gejala perubahan iklim yang
diskenariokan para pakar adalah berubahnya pola hujan di suatu
daerah. Perubahannya bisa di intensitasnya, bisa juga lama hujannya.
Skenario musim di Indonesia telah lama dibuatkan model, terkait
perubahan iklim ini.
Di antaranya banyak daerah yang curah hujannya
akan meningkat dengan penyempitan lama musim hujan. Ada juga beberapa
daerah yang mengalami penurunan curah hujan, namun bertambah hari
hujannya.
Jika kita perhatikan, fenomena
perubahan yang terjadi belakangan ini kelihatannya sangat signifikan
terjadi secara global. Kita ikuti badai salju yang menimpa Amerika
Serikat (AS) pada musim dingin ini sangat hebat, dengan suhu yang
sangat rendah jauh, melampaui suhu udara normal musim dingin.
Salju
turun tidak biasa di beberapa daerah yang sudah cukup lama tidak
mengalami hujan salju, seperti China, Mesir, Israel, Palestina,m dan
beberapa wilayah Timur Tengah. Itu semua terjadi di belahan Bumi
utara.
Di belahan Bumi selatan terjadi
fenomena sebaliknya. Australia mengalami tekanan udara rendah dengan
suhu yang cukup tinggi di atas rata-rata musim panasnya. Akan tetapi,
kita juga ikuti kapal ekspedisi Rusia terkurung es tebal dan
terperangkap di Kutub Selatan. Kapal itu mendapat bantuan beberapa
kapal pemecah es, baru dapat melanjutkan perjalanannya.
Perubahan global maupun regional ini
rupanya melahirkan fenomena yang memperburuk musim hujan di
Indonesia. Fenomena tersebut berupa seruakan dingin Asia (Asia Cool
Surge), momen dipole negatif; dan timbulnya mata siklon di perairan
selatan Indonesia bagian tengah, seperti yang terjadi di perairan
selatan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Angin Barat
Fenomena seruakan dingin Asia merupakan
angin dingin yang datang dari utara, tepatnya dari utara ke timur
laut melintasi Laut Jepang dan Laut China Selatan menuju
khatulistiwa.
Setalah melintas khatulistiwa, angin akan berbelok ke
tenggara karena dampak gaya Boys Ballot. Angin ini membawa udara yang
relatif dingin dan mendorong lebih kuat angin barat pada musim hujan
ini, yang kaya uap air, melintasi Laut China Selatan.
Fenomena kedua merupakan pergerakan
angin yang relatif dingin dari Afrika melintasi Samudera Hindia,
kemudian menuju perairan barat Sumatera sepanjang khatulistiwa.
Massa
air di atas Samudera Hindia kaya akan uap air sehingga sesampainya di
atas Sumatera, angin ini semakin kuat, membuat resultante saling
memperkuat bergerak ke arah timur-tenggara sepanjang sisi selatan
khatulistiwa. Jadi, massa air ini terdorong cepat dan kuat ke arah
timur, membentuk awan di atas Sumatera bagian selatan sampai atas
Jawa.
Ditinjau dari pengondensasian, massa
udara dingin dari kedua fenomena (seruakan dingin Asia dan momen
dipole negatif ) akan mempercepat proses awan menjadi hujan. Proses
yang super cepat menyebabkan dingin sampai terkadang hujan es,
seperti yang terjadi di Bogor, Cileungsi, dan Bandung.
Tumbuhnya mata-mata siklon tropis di
perairan selatan NTB karena angin menarik udara yang kaya uap air itu
semakin ke timur. Itu menjadikan angin barat yang sudah kuat ini
menjadi semakin kuat sehingga hujan yang deras berkepanjangan juga
melanda Bali dan NTB.
Mengingat fenomena-fenomena cuaca
tersebut masih berlangsung, hujan deras yang melanda daerah Jakarta
(baca: Jawa, Bali dan NTB) diperkirakan juga terus berlangsung. Itu
sejalan dengan musim hujan 2014 yang menuju puncaknya.
Untuk itu, memang sudah sewajarnya
masyarakat yang bermukim di daerah langganan banjir perlu waspada
yang berkepanjangan untuk musim hujan kali ini. Ini mengingat waktu
yang lama dan proses kondensasi yang dipercepat. Hujan yang turun
diperkirakan tetap lebih lebat dan lama dari biasanya.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan
bahwa hujan deras berkepanjangan yang berdampak banjir di Jakarta dan
beberapa tempat lainnya di Jawa akibat kolaborasi antara angin barat
musim hujan yang kaya uap air. Itu “diperburuk” kemunculan
seruakan dingin asia, momen dipole negatif, dan munculnya daerah
tekanan rendah berupa mata siklon di perairan selatan NTB.
*Penulis aktif di BMKG, dosen pada
Akademi Meteorologi dan Geofisika.
Sumber : Sinar Harapan
0 comments:
Posting Komentar