Rabu, 02 Januari 2013


PERSEPSI BUDAYA DALAM AGAMA HINDU

Wuthnow dan Witten menggolongkan budaya secara umum  menjadi dua golongan, yaitu:
                
a.   Golongan yang berpendapat bahwa budaya tersirat dalam kehidupan sosial. Budaya adalah sesuatu yang secara alami muncul sebagai transformasi individu mereka sendiri ke dalam kelompok sosial sebagai suku, masyarakat, dan puncaknya sebagai suatu bangsa. 
b.     Golongan yang berpendapat bahwa budaya tersurat sebagai produk sosial yang timbul dari berinteraksi sosial baik secara sengaja atau tidak sengaja yang merupakan akibat dari perilaku. Dengan kata lain, budaya terdiri atas berbagai wujud yang berbeda (seperti: bahasa, penggunaan simbol-simbol, upacara-upacara, adat, metode pemecahan masalah, penggunaan peralatan atau teknologi, dan perancangan pengaturan pekerjaan) dimana kelompok orang membuat suatu interaksi sosial dan menggunakannya untuk menghadapi lingkungan sosial yang berada di luar.

Pandangan ke dua mengenai budaya ini lebih relevan untuk analisis dan evaluasi budaya  dan strategi perubahan budaya sehingga pemimpin umat dapat menggerakkan umatnya dalam meningkatkan kinerja..[1] 

Budaya dimulai dari kepemimpinan, dan didukung dengan kumpulan pembelajaran dari para anggota organisasi, dan merupakan kekuatan (walaupun hanya sering tersirat) yang menyusun upaya yang menentukan tingkah laku manusia. Budaya organisasi mempunyai makna lebih dalam dari hanya sekedar kata-kata yang digunakan sebagai pernyataan tujuannya. Budaya adalah web dari pemahaman secara diam, batasan-batasan, bahasa umum, dan pengharapan bersama yang dijaga dari masa ke masa oleh para anggotanya.[2]
Dalam budaya dikenal adanya panutan dari para anggota terhadap pemimpinnya, dari anggota baru terhadap anggota yang lama.
Menurut Trice dan Beyer dalam Stephen E. Condrey, tentang budaya Organisasi (demikian juga iklim organisasi), bahwa budaya organisasi merupakan sebuah konstruksi sosial yang masih menjadi bahan perdebatan para pakar manajemen.[3] Namun dia mengatakan bahwa budaya organisasi menyangkut semua hal berikut:

1.     budaya yang ada di dalam organisasi, sama dengan budaya sosial tetapi pada skala organisasi;
2.     fenomena yang menjelma menjadi nilai-nilai, keyakinan, asumsi, persepsi, norma perilaku, artifak dan pola dari perilaku;
3.     konstruksi sosial yang tidak kelihatan, gaya yang tak terobsevasi dibelakang aktivitas organisasi;
4.     energi sosial yang menggerakkan para anggota organisasi;
5.     alat pemersatu dalam mengarahkan dan memobilisasi para anggota organisasi; dan
6.     alat informal pengontrol mekanisme perilaku para anggota organisasi.

Menurut  Alvesson, tentang budaya organisasi. Bahwa budaya organisasi adalah suatu campuran interaktif dalam tingkat kepercayaan, kenyataan yang dibangun secara sosial, nilai-nilai, tradisi profesional, cara pikir, tentang norma dalam berbagai hal bersama oleh anggota organisasi.[4] Menurut Moorhead dan Griffin, budaya organisiasi adalah sekumpulan nilai-nilai yang membantu, para anggota (pekerja) pada suatu organisasi memahami bahwa kegiatannya dapat diterima atau tidak diterima.
Kilman dalam Gallagher, berpendapat budaya sebagai kekuatan fisik. Budaya menyediakan makna, arah, dan mobilisasi.[5]  Budaya dapat berfungsi sebagai: energi yang mengalir dari komitmen bersama antar anggota kelompok; kekuatan yang mengendalikan perilaku pada tiap-tiap tingkatan dalam organisasi; sesuatu yang membedakan dengan organisasi lainnya; sistem yang berkembang dan berubah; sistem yang harus diatur dan dikendalikan. 

Condrey, menyatakan bahwa iklim dan budaya organisasi merupakan pegangan bagi pemimpin umat yang dapat digunakan untuk menahan status quo, membantu organisasi untuk mengembangkan dan meningkatkan lebih tinggi: kinerja, produktivitas, fleksibilitas, inovasi, efektivitas atau keberagaman dalam organisasi.[6]
Budaya organisasi merujuk kepada suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh anggota-anggota suatu organisasi, yang membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya. Sistem pengertian bersama ini, dalam pengamatan yang lebih seksama, merupakan serangkaian karakter penting yang menjadi nilai bagi suatu organisasi.[7]
 
Cara anggota organisasi (masyarakat) mempelajari budaya (organisasi) dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: (1) Melalui cerita-cerita. (2) Dengan ritual/upacara-upacara; (3) Melalui simbol-simbol material., dan (4) Melalui Bahasa. 

Dari uraian teori-teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah sistem sosial berupa  nilai-nilai, keyakinan,  norma, dan asumsi bersama yang mengikat, dipelajari dan dikembangkan para anggota organisasi sebagai pedoman dalam memecahkan masalah organisasi..

Bila kita ingat kembali, bahwa tujuan hidup sesuai ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir bathin. Salah satu usaha untuk mencapai tujuan hidup tersebut, melalui tiga pilar Agama , yaitu  dengan mengamalkan : (1) Filosofi Agama Hindu, (2) Menjalankan Susila ( etika, norma) dan (3)  Ritual,  Upacara (Yadnya). 

1.   Filosofi, atai Tatwa, yang secara prinsip merupakan lima keimanan umat Hindu, berupa keyakinan utama terhadap : brahman, atman, karman, punarbawa dan mokhsa, yang biasanya kita kenal dengan Panca Cradha.

2.   Susila. Yang mencakup didalamnya etika dan norma-norma. Susila ini menekankan pada prinsip Trikaya Parisuda, cara berprilaku yang baik dan benar. Trikaya parisuda mencakup: (1) manacika –berfikir yang baik dan positif-; (2) wacika –berkata yang baik dan jujur-, dan (3) kayika –berbuat yang baik -.  Disamping itu yang menjadi pedoman pokok adalah prinsip Tat Wam Asi – engkau adalah aku juga- .

3.   Upacara, Yadnya, sebagai implementasi dari ajaran agama. Yadnya yang merupakan korban suci yang dilakukan umat Hindu. Secara umum dalam agama Hindu dikenal Panca Yadnya, yaitu : (1) Dewa Yadnya, upcara korban suci yang di tujukan kepada Tuhan Yang maha Esa, dengan segala manifestasinya, (2) Pitra Yadnya, upacara ,korban suci yang ditujukan kepada para leluhur, roh-roh yang sudah tersucikan; (3) Rsi Yadnya, korban suci yang ditujukan kepada orang-orang suci –para Rsi-; (4) Manusia Yadnya –upacara atau korban suci yang ditujukan bagi umat manusia sejak lahir, hingga meninggal, dan (5) butta Yadnya, merupakan upacara korban suci untuk para butta, untuk menetralisir pengaruh-pengaruh alam yang negatif.

Dalam imlpementasi ajaran agama untuk mencapai tujuan hidup umat Hindu ini didalamnya ada keyakinan, kepercayaan, pelaksanaan susila, etika, norma, maupun simbul-simbul, artefak yang digunakan dalam pelaksanaan panca yadnya.
Inplementasi ini bila disandingkan dengan cara masyarakat mempelajari budaya, maka terlihat kesamaan  diantara keduanya. 

Dengan demikian tidaklah berlebihan apabila beberapa pakar menyatakan bahwa:
1.     Agama merupakan inti dari budaya yang berkembang di masyarakat;
2.     Budaya tidak akan bertentangan dengan ajaran agama, kalaupun ada maka agama akan menjadi filter dari budaya tersebut, dalam perkembangan peradaban saat ini.
Jakarta, End of December 2012


[1] The Nation Defense University, Organizational Culture, http://ww2.jhu.edu/jhuonpoint/ content/organizational-culture.pdf, received at July 21, 2009, hlm.1-2.
[2] L. Aiman Smith, What Do We Know about Developing and Sustaining a Culture of Innovation, received at July 21, 2009, p. 1, http://cims.ncsu.edu/downloads/Research/71_WDWK_culture.pdf,
[3]  Stephen E. Condrey, Handbook of Human Resource Management in Government, (San Fransisco: Jossey-Bass, 2005), p. 300.
[4]  Mats Alvesson, Understanding Organizational Culture, (London: SAGE Publications, 2002), p. 48.
[5]  Richard S. Gallagher, loc cit.
[6]  Stephen E. Condrey, op. cit., p. 297.
[7]  Fred Luthans, op.cit. hlm. 279.

0 comments:

Posting Komentar